Thursday 19 March 2015

Mengenal dengan Singkat Teori Kepribadian



Teori Kepribadian
Tinjauan yang konprehensip tentang perkembangan teori kepribadian tentu saja harus mulai dengan konsepsi-konsepsi tentang manusia. Menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang mengapa manusia berperilaku seperti yang mereka perlihatkan? Apakah manusia bisa memilih kepribadian mereka? Apa yang menyebabkan adanya persamaan dan perbedaan di antara manusia? Apa yang membuat perilaku manusai dapat diprediksi? Kenapa perilaku manusia tidak dapat diprediksi? Ada hal apa yang tersembunyi dibalik perilaku manusia? Apa penyebab gangguan mental dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Hanya ada sedikit kata yang begitu memikat khalayak ramai, yaitu seperti istilah kepribadian. Meskipun kata tersebut dipakai dalam berbagai pengertian namun selama ini tidak ada definisi subtansif tentang kepribadian yang dapat diberlakukan secara umum. Para psikolog mempunyai arti pandangan yang berbeda di antara mereka sendiri ketika mengartikan kepribadian. Sebagian besar dari mereka menyetujui bahwa kata “kepribadian” (personality) berasa dari bahasa latin persona, mengacu pada topeng yang dipakai oleh aktor Romawi dalam pertunjukan atau pergelaran. Tentunya definisi ini tidak sepenuhnya diterima oleh semua psikolog. Hal ini karena para psikolog menggunakan kata kepribadaian (personality) dalam menggambarkan diri individu lebih dari sekedar peran yang dimainkan oleh individu.

Hal yang sama juga terjadi pada para teorikus kepribadian yang tidak setuju dengan adanya definisi atau arti tunggal dari kepribadian. Hal ini karena mereka selalu memandang kepribadian dari sudut padang mereka masing-masing.  Layaknya sebuah teori ilmiah, teori kepribadaian disusun atau muncul dengan adanya beberapa konsep seperti yang dijelaskan dalam Fiest &Fiest (2010:5) bahwa teori merupakan sekumpulan asumsi yang berkaitan yang memungkinkan ilmuan menggunakan pemikiran logika dekduktif untuk merumuskan hipotesis yang bisa diuji.
Berdasarkan definisi tersebut dapat kita pahami yaitu pertama, teori kepribadian bukanlah merupakan asumsi tunggal semata melainkan integrasi dari berbagai asumsi-asumsi yang ada yang menjadi dasar dalam perumusannya. Kedua, banyakknya asumsi-asumsi tersebut tidaklah terpisah melaikan memiliki kaitan dan hubungan yang erat yang memenuhi kriteria yang ada sehingga mampu menjadi sebuah rumusan hipotesis. Ketiga, sifat teori yan merupakan rangkaian atau paduan dari asumsi-asumsi yang berkaitan artinya teori bukanlah sesuatu yang sudah dibuktikan atau terbukti kebenaranya. Keempat, sebuah teori disusun berdasarkan logika dekduktif yang artinya dinyatakan dengan tepat dan konsisten secara logis untuk memudahkan para ilmuan dalam menarik kesimpulan dari hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.
Teori kepribadian sebagai bagian dari teori ilmiah
Hal lain yang perlu dikaji dan dijadikan sebuah acuan adalah bagaimana sebuah teori ilmiah makan teori kepribadaian juga memiliki beberapa manfaat seperti halnya teori ilmiah lain yaitu mampu untuk (1) mengembangkan penelitian, (2) dapat dikaji ulang, (3) mengorganisasikan pengetahuan, (4) penduan pemecahan masalah, (5) konsistensi internal, (5) sederhana (Fiest & Fiest, 2010:9).
Teori yang bermanfaat akan menstimulus dua jenis penelitian: penelitian diskriptif dan pengujian hipotesis. Tanpa adanya teori yang memadai untuk menunjukkan arah penelitian, banyak hasil penelitian yang secara empiris tidak diketahui penyebabnya. Disatu sisi sebuah teori menyediakan bahan-bahan yang diperlukan dalam membangun teori yang lain disisi lain penelitian berkembang dari teori yang dinamis dan luas. Artinya semakin baik dan bermanfaat sebuah teori maka semakin jumlah penelitian dan semakin banyak dan lengkap pula teorinya.
Sebuah teori hendaknya harus bisa dinilai dari kemampuannya untuk dikonfirmasi atau disangkal, oleh karena itu teori harus bisa dikaji ulang. Sebuah teori harus cukup jelas untuk mengarahkan penelitian yang hasilnya bisa mendukung atau tidak mendukung penelitian. Dengan kata lain jikapun teori itu samar maka dapat hasil penelitian baik itu positif maupun negatif bisa diinterpretasikan sebagai hal yang mendukung teori.
Teori yang bermanfaat seharusnya juga mampu mengorganisasikan pengetahuan yang saling bertentangan. Teori kepribadian yang bermanfaat harus mampu menyatukan dari apa yang sudah diketahui tentang perilaku manusia dengan perkembangan kepribadian (Fiest & Fiest, 2010:11). Teori ini harus mampu mengubah sebanyak mungkin informasi menjadi kerangka pikir yang lebih bermakan. Jika teori kepribadian tidak memberikan penjelasan yan masuk akal tentang perilaku tertentu, maka teori tersebut menjadi tidak bermanfaat. Kriteria keempat untuk teori yang bermanfaat adalah kemampuan untuk memandu praktisi menghadapi permasalahan sehari-hari yang sulit. Teori yang bermanfaat memberikan petunjuk untuk menemukan jawaban –jawaban akan teori tersebut. Dan tanpa teori yang bermanfaat akan menjebak praktisi dalam teknik dan praktik yang salah.
Konsistensi internal, sebuah teori yang bermanfaat tidak harus konsisten dengan teori yang lain akan tetapi harus konsisten dengan dirinya sendiri. Teori yang konsisten secra internal adalah teori yang komponen-komponen memiliki kemiripan secara logis. Batasan terhadap ruang lingkupnya ditentukan dengan hati-hati dan karena itu tidak memberikan penjelasan diluar ruang lingkupnnya. Hal terakhir adalah sederhana, ketika dua teori mempunyai kesamaan dalam hal kemampuanny untuk menghasilkan penelitian dapat disangkal, membarikan makna pada data, memandu praktisi dan mempunyai konsistensi internal dan ternyata teori yang sederhana lebih disukai, dan ini adalah hukum parsimony.
Kembali pada hakikat teori kepribadian. Seperti yang telah kita pahami bahwa sebenarnya teori kepribdaian bukanlah hal atau barang baru. Cabang ilmu pengetahuan yang disebut dengan psikologi kepribadian telah lama diusahakan oleh para ahli, hanya saja seringkali diberi nama lain ada yang memberinya nama characterologie, the science of character, typologie atau bahkan the psychology of personality (Suryabrata, 1983:1) kendatipun sudah jelas, bahwa kepribadian itu mempunya arti deskripsi yang tentun saja dimungkinkan adanya berbagai subtansi dan sudut pandang yang berbeda dalam melakukan atau mendeskripsipsikan. Oleh karena teori kepribadian berkembang dari kepribadian para pembuat teori (teoritikus) maka studi kepribadian mereka dianggap tepat, yang dalam perkembangan selanjutnya cabang  psychology science telah mempelajari perilaku dan menemukan perbedaan kepribadian mempengaruhi orientasi teoritis seseorang dan kecendurungan seoseorang untuk mengarahkan pada sisi “keras” dan “lunak” dari suatu disiplin ilmu.
Jika kita melihat seperti yang telah dijelaskan dalam  (Pervin, 2005) Sebuah teori kepribadian diharapkan mampu memberikan jawab atas pertanyaan-pertanyaan sekitar “apa”, “bagaimana”. Dan “mengapa” tentang tingkahlaku manusia. Dengan kata lain kepribadian dalam arti psikologi merupakan sebuah kajian yang sangat luas tentang sifat dan perilaku manusia tentang eksistensi dirinya dalam kehidupannya. Secara tidak langsung atau pendapat tersebut mempemperkuat asumsi dari teori kepribadian yang percaya bahwa tidak ada tingkahlaku yang terjadi begitu saja tanpa alasan, pasti ada faktor-faktor anteseden, sebab-sebab musabab, pendorong, motivator, tujuan dan latar belakang atau alasannya.
Alwisol (2005:2) menjelaskan bahwa kepribadian adalah ranah kajian psikologi; pemahaman tingkahlaku – fikiran – perasaan – kegiatan manusia, memakai sistematik, metoda, dan rasional psikologik. Secara spesifik teori kepribadian mempelajari siapa dia, apa yang dimilikinya, dan apa yang dikerjakannya. Memahami kepribadian artinya memahami manusia secara utuh tidak terpisah antara bagian satu dengan yang lain menjadi kesatuan penuh yang disebut dengan  self.  Hal tersebut juga di perkuat dengan apa yang disampaikan Menurut Hall dan Lindzey (Koeswara, 2001 : 5),  bahwa teori kepriadian adalah sekumpulan anggapan atau konsep-konsep yang satu sama lain berkaitan mengenai tingkah laku manusia.
Seperti yang diulas sebelumnya saat berbicara tentang sebuah teori kepribadaian maka akan menyangkut asumsi-asumsi atau dimensi konsep-konsep yang menyangkut sifat dasar manusia. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan Fiest & Fiest (2010:13)  dimana meliputi determinism versus free choice, pessimism versus optimism, causality versus teleology, concious versus unconcious determinant of behavior, biological versus social influences on personality dan uniqueness versus similarity)
Untuk itu, sebuah teori kepribadian yang lengkap biasanya memiliki dimensi-dimensi sebagai berikut (Pervin, 2005):
1.      Pembahasan tentang struktur, yaitu aspek-aspek kepribadian yang bersifat relatif stabil dan menetap, serta yang merupakan unsur-unsur pembentuk sosok kepribadian.
2.      Pembahasan tentang proses, yaitu konsep-konsep tentang motivasi untuk menjelaskan dinamika tingkahlaku atau kepribadian.
3.      Pembahasan tentang pertumbuhan dan perkembangan, yaitu aneka perubahan pada struktur sejak masa bayi sampai mencapai kemasakan, perubahan-perubahan pada proses yang menyertainya, serta berbagai faktor yang menentukannya.
4.      Pembahasan tentang psikopatologi, yaitu hakekat ganguan kepribadian atau tingkahlaku beserta asal-usul atau proses berkembangnya.
5.      Pembahasan tentang perubahan tingkahlaku, yaitu konsepsi tentang bagaimana tingkahlaku bisa dimodifikasi atau diubah.
Berdasarkan konsepsi ini sebuah teori kepribadian selanjutnya mengemukakan suatu model psikoterapi atau cara-cara membantu seorang pribadi mengubah bentuk-bentuk tingkahlakunya yang mengganggu atau menyimpang.
Lebih jauh terdapat dua orientasi utama dalam teori kepribadian. Yang pertama, teori yang berorientasi klinis dimana teori ini mengacu pada psikoanalisis klasik Freud sampai dengan Psikologi Timur. Artinya, teori atau kelompok teori yang mengutamakan studi tentang individu dengan segala kekhasannya dan berusaha memahami atau menjelaskan individu secara menyeluruh lewat penyelidikan klinis. Yang kedua, teori-teori yang lebih bersifat eksperimental dan kuantitatif mencakup teori Medan Lewin sampai dengan teori Perkuatan Operan Skinner. Artinya, teori-teori yang mengutamakan usaha memperoleh gambaran umum tentang kepribadian atau tingkahlaku manusia lewat penyelidikan eksperimental dengan mengandalkan metode-metode analisis kuantitatif.
Dari apa yang kita bisa pahami terhadap berbagai opini tentang teori kepribadian maka dapat kita katakan bahwa sebuah teori kepribadian menghasilkan atau melahirkan konsep-konsep seperti dinamika pengaturan tingkahlaku, pola tingkah laku, model tingkah laku, dan perkembangan repertoir tingkahlaku, dalam rangka mengurangi kompleksitas tingkahlaku manusia.
Konsep yang berkaitan dan Batasan
Beberapa konsep pengkajian manusia terkadang mencampuradukkan pengertian dan pengakajian kepribdaian seperti dalam filsafat, hipotesis, atau taksonomi. Walaupun teori berkaitan dnegan masing-masing konsep, teori tidak bisa disamakan dengan satu pun dari konsep tersebut
Ada beberapa kata atau istilah yang oleh masyarakat diperlakukan sebagai sinonim kata personality, namun ketika istilah-istilah itu dipakai dalam teori psikologi kepribadian diberi makna yang berbeda-beda. Istilah yang berdekatan maknanya itu antara lain. Personality, Character, Disposition, Temperamen, Traits, Type-attribute, Habit (Alwisol, 2005:9)
1.      Personality (kepribadian): penggambaran tingkah laku secara deskriptif tanpa memberi nilai (devaluative).
2.      Character (karakter): penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun implisit.
3.      Disposition (watak): karakter yang telah lama dimiliki dan sampai sekarang belum berubah.
4.      Temperamen (temperamen): kepribadian yang berkaitan erat dengan determinan biologik atau fisiologik, disposisi hereditas.
5.      Traits (sifat): respon yang senada (sama) terhadap sekelompok stimuli yang mirip, berlangsung dalam kurun waktu yang (relatif) lama.
6.      Type-attribute (ciri): mirip dengan sifat, namun dalam kelompok stimuli yang lebih terbatas.
7.       Habit (kebiasaan): respon yang sama cenderung berulang untuk stimuli yang sama pula.

Implikasi dalam Bimbingan dan Konseling
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa teori kepribadian menghasilkan atau melahirkan konsep-konsep seperti dinamika pengaturan tingkahlaku, pola tingkah laku, model tingkah laku, dan perkembangan repertoir tingkahlaku, dalam rangka mengurangi kompleksitas tingkahlaku manusia. bimbingan dan konseling yang merupakan sebuah profesi yang wilayah kerjanya adalah individu yang bermaslah tentunya selalu berhadapan dengan berbagai macam atau bentuk karakteristik kepribadian yang unik. Dengan berpegang dengan konsep dari teori kepribadian seorang konselor diharapkan mampu untuk mengidentifikasi setiap kepribadian tersebut sesuai dengan pendekatan yang ada dalam teori kepribadian. Dengan demikian diasumsikan seorang konselor mampu memahami pribadi konseli atau klien yang unik berbeda satu dengan yang lain.
Selain dapat membantu konselor dalam memilah dan memahami setiap tipe kepribadian atau perilaku yang muncul pada diri konseli atau klien dengan pemahaman akan teori kepribadian maka, tentunya diharapkan bagi para konselor dilapangan dan mengamalkan ilmu konseling yang dimiliki dengan lebih baik dan tepat sasaran. Konselor dapat lebih mampu membantu konseli dalam menangani atau mengentaskan permaslahan yang dihadapi sesuai dengan unsur kepribadian yang dimiliknya. Menentukan pilihan dan solusi yang tepat serta menyadarkan baik bagi konselor maupun konseli tentang hakikat bahwa setiap manusia atau individu sangatlah unik dengan karakteristiknya masing-masing sehingga diperlukan perhatian yang lebih dan khusus dalam menghadapi setiap permasalahan atau problem yang dihadapi, baik dari segi kepribadian, cakarakter, watak, tempramen, sifat, ciri, dan kebiasaan sesuai dengan pembatasan yang ada.

No comments:

Post a Comment