Telaah klasik pasca trauma telah
diungkap oleh Sigmund Freud bahwa setiap manusia mengalami trauma. Dijelaskan
bahwa trauma pertama kali dialami manusia pada saat dilahirkan. Anak harus
keluar dari rahim ibunya yang dapat memenuhi segenap kebutuhanya dan penuh
kedamaiannya, tanpa konflik-konflik.
Dalam kajian psikoanalisi, berpandangan
bahwa trauma berpengaruh terhadap perkembangan psikis anak sekalipun
reaksi-reaksi traumatisnya tdak dimanifestasikan secara langsung oleh anak.
Semua pengalaman traumatis itu disiman oleh anak didalam bawah sadarnya dan
pengalaman-pengalaman itu terus membentuk kepribadian hingga masa dewasanya.
Trauma tidak hanya terjadi karenan
kelahiran melainkan juga pada perjalanan hidup manusia yang memberikan banyak
pengalaman traumatis. Pengalaman-pengalaman tersebut dapart berupa faktor alami
seperti bencana alam ataupan faktor psiko-sosial seperti peperangan, konfik
masyarakat, penyiksaan atau lainnya yang kesemuanya itu menimbulkan ketakutan
baik secara personal maupun kolektif.
Manifestasi Pasca-Trauma
Pengalaman-pengalaman yang utamanya
tidak menyenangkan tidak dibuang begitu saja. Pengalaman yang tidak dikehandaki
tersebut disimpan dalam bawah sadar. Mekanisme tersebut termasuk dalam upaya
mempertahankan egonya. Sering kali pengalaman yang ditekan ke alam bawah sadar
dapat muncul kembali dalam bentuk perilaku neurosis. Dalam buku panduan
pelatihan konseling trauma yang diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional dan
Universitas Negeri Malang (2003) dijelakan bahwa “reaksi dari pengalaman
traumatis dapat dalam bentuk regresi, kompensasi, dekompensasi, proyeksi, dan
sebagainya”. Namun juga dijelaskan bahwa “ pengalaman traumatik yang secara
langsung menimbulkan gangguan (psikotik) stress pasca-trauma”.
Reaksi umum akan akibat dari pengalaman
yang tidak diingikan adalah berusaha menghalaunya dari kesadaran, akan tetapi
ingatan akan hal tersebut tidak bisa dikubur. Kemauan untuk menolak atau tidak
mengakui dengan dorongan untuk menyatakan secara terbuka merupak dialektika
dari trauma psikologis. Bila apayang sebenarnya terjadi akhirnya terbuka,
mereka dapat selamat dari kekejaman itu dan memulai proses kesembuhannya.
Namun, banyak yang kejadian semacam itu dirahasiakan dan ditutupi sehingga
tidak muncul narasi verbal dan muncul bentuk simptom-simptom fisik dan psikis
baik saksi apalagi korban dapat terkena dialektika dari trauma ini
Ganguan Stress
Pasca-Trauma
Istilah
PTSD adalah kepanjangan dari Post-Traumatic Stress Disorder yang
kalau diterjemahkan menjadi Gangguan Stres Pasca Trauma.
Artinya, gangguan stres atau tekanan berlebihan yang kita rasakan sekarang
merupakan akibat dari suatu peristiwa traumatik yang pernah kita alami
sebelumnya. Istilah traumatik di sini bisa merujuk pada peristiwa yang sangat
menakutkan dan mengerikan atau sesuatu yang sangat menyakitkan, baik secara
emosional maupun fisik.
Secara klinis dapat digambarkan bahwa
berbagai pengalaman pahit, seperti berbagai tindakan kekerasan dapat
menimbulkan gangguan secara langsung dengan apa yang disebut “gangguan pasca
trauma”. Namun demikian, tidak selalu pengalaman traumatik itu secara langsung
menimbulkan gangguan pada individu karena disimpan dalam alam bawah sadarnya,
dan diwujudkan dalam perilaku-perilaku lain.
Gangguan stres pasca-trauma biasanya
muncul sebagai respon yang berkepanjangan dan tertunda terhadap kejadian atrau
situasi yang menumbulkan stress dari yang bersifat katastrofik dan menakutkan,
yang cenderung menyebabkan distres pada hampir setiap orang.
Faktor predisposisi seperti ciri
kepribadian tertentu atau adanya riwayat gangguan neurotik sebelumnya, dapat
menurunkan ambang kerentanan untuk terjadinya sindroma ini atau memperberat
keadaanya, akan tetapi bukan merupakan hal yang menentukan untuk terjadinya
gangguan ini.
Tidak bisa dilupakan bahwa kebudayaan
memiliki peranan yang cukup penting dalam mempengaruhi bagaimana seorang manusia
menginterpretasikan apa-apa yang terjadi dalam dirinya dan lingkungan
disekitarnya. Dari budaya ini, sehingga secara langsung menentukan bagaiamana
seorang menentukan dan mengatur pola dan cara mengekspresikan berbagai reaksi
dan kesan evaluatif terhadap apa yang dialami.
Gejala
Ganguan Stress Pasca-Trauma
Gangguan stress pasca trauma biasa
ditandai dengan gejala-gejala seperti apa yang dijelasakan dalam buku panduan
pelatihan konseling pasca trauma yang diterbitkan Departemen Pendidikan
Nasional dan Universitas Negeri Malang (2003) sebagai berikut :
1. Pengalaman
traumatik sering kali mengganggu perasaan, pikiran, dan perilaku orang yang
mengalami, meskipun tidak langsung menimbulkan gangguan pada individu.
2.
Pengalaman traumatik biasanya tidak
dapat hilang dengan mudah, karena pengalaman tersebut direpress dan disimpan di
dalam alam bawah sadarnya, dan diwujudkan dalam bentuk perilaku-perilaku
lainya.
3.
Gangguan stress pasca-trauma biasanya
timbul sebagai respon yang berkepanjangan dan/atau tertunda terhadap kejadian
atau situasi yang menimbulkan stress (baik singkat maupun berkepanjangan)
4.
Gejala khas mencakup episode-episode di
mana bayangan-bayangan kejadian traumatik tersebut berulang kembali (flash
back) atau dalam mimpi, terjadi dengan latar belakang yang menetap berupa
kondisi perasaan “beku” dan penumpulan emosi, menjauhi orang lain, tidak
responsif terhadap lingkungannya, menghidari aktivitas dan situasi yang
berkaitan dengan traumanya.
5.
Meskipun jarang, kadang-kadang bisa
terjadi reaksi dramatik, mendadak ketakutan, panik, atau agresif yang
dicetuskan oleh stimulus yang mengingatkan kembali kepada trauma yang
dialaminya serta reaksi asli terhadap trauma ini.
6.
Onset terjadi setelah terjadi trauma,
dengan masa laten yang berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Perjalanan keadaan ini berfluktuasi dan pada kebanyakan kasus dapat diharapkan
kesembuhannya.
7. Pada
sejumlah kecil pasien, perjalanan penyakit dapat menjadi kronis sampai beberapa
tahun dan terjadi transisi menuju suatu perubahan kepribadian yang berlangsung
lama.
Konseling Pasca-Trauma
Konseling traumatik adalah upaya konseli
dapat memahami diri sehubungan dengan masalah trauma yang dialaminya dan
berusaha untuk mengatasinya sebaik mungkin. Konseling traumatik sangat berbeda
dengan konseling yang biasa dilakukan oleh konselor, perbedaan ini terletak
pada waktu, fokus, aktifitas, dan tujuan. Disebutkan bahwa tujuan konseling
traumatik adalah :
1. Berpikir
realistis, bahwa trauma adalah bagian dari kehidupan
2. Memperoleh
pemahaman tentang peristiwa dan situasi yang menimbulkan trauma
3. Memahami
dan menerima perasaan yang berhubungan dengan trauma, serta
4. Belajar
ketrampilan baru mengatasi trauma.
Menurut Rusmana dalam lestari (2010:6),
secara umum konseling traumatik bertujuan untuk menurunkan gejala kecemasan
pasca trauma. Secara khusus tujuan yang dapat dicapai adalah membantu anak
dengan pengalaman traumatik untuk: (1) menghilangkan bayangan traumatis; (2)
meningkatkan kemampuan berpikir secara lebih rasional; (3) membangkitkan minat
terhadap realita kehidupan; (4) memulihkan rasa percaya diri; (6) memulihkan
kelekatan dan keterkaitan dengan orang lain yang dapat memberi dukungan dan
perhatian; (6) kepedulian emosional serta mengembalikan makna dan tujuan hidup.
Proses konseling traumatik terlaksana
karena hubungan konseling berjalan dengan baik, proses konseling traumatik
merupakan peristiwa yang tengah berlangsung dan memberi makna bagi konseli yang
mengalami trauma dan memberi makna pula bagi konselor yang membantu mengatasi
trauma konselinya tersebut. Oleh sebab itu Lestari (2010:6-7) menjelsakan bahwa
seorang konselor pasca trauma hendaknya memeliki beberapa karakteristik sebagai
berikut :
1. Pandangan
yang realistis
2.
Orientasi yang holistik
3.
Fleksibilitas
4.
Keseimbangan
antara empati dan ketegasan
Beberapa
bentuk layanan konseling yang dapat dilakukan dalam membantu konseli pasca
trauma antara lain :
1. Self
Help Group
Self help goup adalah
sebuah kelompok dimana para anggotanya bertangguang jawab terhadap
pengorganisasian, perjalanan fungsi, dan kepemimpinan kelompok tersebut. Tujuan
dari self help group disini adalah agar peserta dapat membangun sebuah self
help group dalam komunitasnya yang berfungsi optimal.
2.
Play Therapy
Terapi bermain adalah
suatu intervensi kesehatan mental atau perkembangan yang didesain untuk
membantu anak-anak tumbuh segembira dan sebaik mungkin dalam penyesuaian.
3.
Induvidual Counseling
4. Group
Counseling
No comments:
Post a Comment