Gangguan makan atau eating disorder diakibatkan mereka yang terobsesi dengan berat
badan dan bermaksud untuk mencapai citra tubuh yang ideal. Seseorang dapat
dikatakan mengalami gangguan pola makan apabila ia terobsesi dengan pengaturan makanan dan berat badannya. Mereka melakukan hal-hal yang ekstrem untuk
menjaga berat badannya. terdapat tiga gangguan pola makan, anorexia, bulimia
nervosa, dan night eating syndrome. Walaupun belum diketahui secara pasti,
terdapat berbagai teori yang menjelaskan penyebab gangguan ini.
Terjadinya kasus eating
disorder seperti anoreksia nervosa ( AN ) dan
bulimia nervosa (BN) meningkat sejak 2 dekade terakhir. Diperkirakan
ada satu setiap 100 wanita usia 16 – 18 tahun , menderita anoreksia nervosa.
Distribusinya merupakan distribusi bimodal, puncak pertama pada 14,5 tahun dan
puncak yang lain pada 18 tahun; 25 % lebih muda dari 13 tahun (Wolfe & Mash, 2006 : 485). Data lain menyebutkan
bahwa perempuan memiliki kecenderungan mengalami gangguan ini dibandingkan para
laki-laki. Hal ini karena dalam beberapa hal faktor berat badan cenderung
menjadi problem yang besar bagi para perempuan dibandingkan para laki-laki.
A. Anoreksia
Nervosa
Anoreksia nervosa
adalah gangguan makan yang mengancam jiwa yang ditandai dengan penolakan klien
untuk mempertahankan berat badan normal ynag minimal, gangguan persepsi yang
bermakna tentang bentuk atau ukuran tubuh atau menolak untuk mengakui bahwa ada
masalah (Sheila
L. Videbeck, 2008). Anoreksia
Nervosa (AN) ditandai dengan kelaparan secara sukarela
dan stres dari melakukan latihan. AN merupakan sebuah
penyakit kompleks yang melibatkan komponen psikologikal, sosiologikal, dan fisiologikal, pada penderitanya ditemukan peningkatan rasio enzim hati ALT dan GGT, hingga disfungsi hati
akut pada tingkat lanjut.
Banyak
penelitian yang beranggapan bahwa masalah yang mendasari lebih bersifat
psikologis daripada biologis, sebagian pakar mencurigai bahwa pengidap
anoreksia nervosa mungkin kecanduan opiate endongen yaitu bahan mirip morpin
yang diproduksi sendiri oleh tubuh yang diperkirakan dikeluarkan selama
kelaparan jangka panjang (Sherwood & lauralee dalam Wolfe & Mash, 2006
: 488)
Terdapat 2 tipe anoreksia nervosa;
- Tipe terbatas; individu dengan tipe ini mengindari makan berlebihan, mereka biasanya menyediakan makan sendiri
- Tipe binge; individu ini dapat makan dimana saja, akan tetapi selesai makan ia akan segera memuntahkan makanannya di kamar mandi, menggunakan pencuci perut atau memperlancar buangan kotoran.
Bebrapa gejala yang nampak bagi para penderita anoreksia nervosa biasa ditandai dengan :
- Hilangnya nafsu makan
- Sangat takut menjadi gemuk
- Selalu merasa gemuk meski tubuhnya terlihat kurus
- Sulit mempertahankan berat badan yang normal atau seimbang dengan tinggi badan ataupun kegiatannya
- Gejala menstruasi tidak teratur
- Meningkatnya rasio enzim hati ALT dan GGT
- Disfungsi hati akut (pada anorexia tingkat lanjut)
B.
Bulimia Nervosa
Bulimia berasal dari bahasa yunani yang berarti “lapar
seperti sapi jantan”, Gangguan ini mencakup episode konsumsi sejumlah besar
makanan secara cepat, diikuti dengan perilaku kompensatori, seperti muntah,
puasa, atau olahraga berlebihan, untuk mencegah terjadinya berat badan
bertambah.
Wolfe & Mash (2006:491) mendefinikan bahwa bumilia
berawal dari makan makanan secara berlebih lebihan. Pada bulimia, makan
berlebihan biasanya dilakukan secara diam-diam, dapat dipacu dengan stres dan
berbagai emosi negatif yang ditimbulkannya, dan terus berlangsung hingga orang
yang bersangkutan hingga orang yang bersangkutan merasa sangat kekenyangan.
Setelah selesai makan berlebihan, rasa jijik, rasa
tidak nyaman, dan takut bila berat badan bertambah memicu tahap kedua bulimia
nervosa, pengurasan untuk menghilangkan efek asepan kalori kaena makan
berlebihan. Paling sering klien memasukkan jari-jari mereka kedalam tenggorokan
agar tersendak, namun setelah satu waktu banyak yang dapat muntah bila
menghendakinya tanpa membuat diri mereka tersendak.
Ciri atau gejala yang ditampilkan pada penderita bulimia nervosa antara lain sebagai berikut :
- Terbiasa memakan banyak makanan kemudian memuntahkannya secara terus menerus
- Tidak bisa mengontrol porsi makanan
- Banyak makan dengan waktu yang singkat
- Selalu memuntahkan makanan yang masuk dengan cara memasukkan jari ke tenggorokan, meminum obat laksatif, diuretic, ataupun pil diet
- Selalu merasa bersalah yang teramat sangat setelah makan banyak, kemudian akan menebusnya dengan olahraga berat atau berpuasa dalam jangka waktu lama
C.
Night Eating Syndrome
Night Eating
Syndrome (NES) adalah salah satu bentuk kelainan makan selain Anoreksia Nervosa
atau Bulimia Nervosa yang telah kita kenal sebelumnya. NES perlu kita waspadai
mengingat saat ini telah berkembang kebiasaan makan pada malam hari dalam
jumlah lebih banyak sehingga memberi akibat cukup serius pada kondisi kesehatan
kita pada masa yang akan datang.
NES adalah salah
satu jenis kelainan pola makan yang ditemukan pertama kali oleh dr. Albert
Stunkard, salah satu ahli di bidang kelainan pola makan. Penderita ini sangat
tinggi asupan makanannya pada sore dan malam hari disertai kesulitan tidur.
Yang penting harus diperhatikan pada keadaan ini adalah hampir semua mengalami
obesitas dan relative sebagian besar mengalami berbagai penyakit yang
berhubungan dengan masa lemak yang berlebih.
Karakteristik
dari sindroma ini adalah tidak merasa lapar dan rendah keinginan makan
sepanjang pagi dan siang hari, tetapi asupan makan cukup tinggi pada malam
sampai dini hari. Bahkan mereka sering terbangun pada saat tidur malam untuk
makan. Karakteristik lain pada sindrom ini antara lain disertai suasana hati
yang kurang baik dan kesulitan tidur. Lebih jauh dijelaskan oleh () bahwa
penderita ini memiliki hormon pengatur pola tidur yaitu melatonin yang lebih
rendah dibanding individu yang normal, disertai dengan meningkatknya hormon kortisol
yang berhubungan dengan keadaan stress. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
penderita sindrom ini mempunyai 3 ciri yaitu kelainan pola makan, perubahan
pola tidur dan gangguan mood.
Tidak seperti
penderita bulimia atau anoreksia, penderita NES tidak memiliki kelainan
perilaku sehingga orang sekitarnya tidak memandang ada sesuatu yang tidak
normal. Makanan yang mereka konsumsi pada malam hari cenderung berupa makanan
selingan/bukan makan utama dengan jumlah yang banyak sehingga kandungan kalori
sangat tinggi.
Walaupun tidak
ada perubahan perilaku seperti kelainan makan lain, perlu diperhatikan adalah
risiko obesitas dan risiko penyakit yang berhubungan dengan obesitas seperti
penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, stroke dan masalah persendian.
Obesitas juga meningkatkan risiko sleep apnoe yaitu kegagalan nafas pada saat
tidur, hal ini akan semakin memperparah pola tidur klien. Walaupun sampai saat
ini kelainan ini belum masuk dalam klasifikasi internasional tetapi para ahli
sepakat untuk meneliti terus mengingat tren gejala ini di masyarakat terus
meningkat sehingga diharapkan didapat penanganan yang tepat.
D.
Etiologi Eating Disorder
Dijelaskan Wolfe & Mash (2006:490) etiologi gangguan tetap tidak jelas. Terdapat
komponen pisikologis yang jelas,dan diagnosis terutama didasarkan pada kriteria pisikologis dan prilaku. Namun demikian, manisfestasi
fisik anoreksia dapat mengarah pada kemungkinan faktor-faktor organik pada etiologi.
- Biologis
Model
biologis etiologi gangguan makan difokuskan kepada pusat pengatur nafsu makan
di hipotalamus, yang mengendalikan mekanisme neurokimia khusus untuk makan dan
kenyang. Serotonin dianggap terlibat dalam patofisiologi gangguan makan
walaupun model biologis ini masih dalam tahap perkembangan.
- Perkembangan
Anoreksia
nervosa biasanya terjadi selama masa remaja dan diyakini bahwa penyebabnya
berhubungan dengan antara perkembangan pada tahap kehidupan ini.
- Lingkungan
Berbagai
faktor lingkungan dapat mempengaruhi individu untuk mengalami gangguan makan.
Riwayat terdahulu klien mengalami gangguan makan sering dipersulit oleh
penyakit dalam dan bedah, kematian keluarga dan lingkungan keluarga dengan
konflik.
- Psikologis
Kebanyakan klien
yang mengalami gangguan makan menunjukkan sekelompok gejala psikologis seperti
rigiditas, ritual risme, kehati – hatian , perfectsionisme
serta control infuse yang buruk.
- Sosiokultural
Pada budaya
yang menerima atau mengahargai kemontokkan, jarang terjadi gangguan makan.
Lingkungan sosiokultural pada remaja dan wanita muda terkadang sangat
menekankan kelangsingan dan pengendalian terhadap tubuh seseorang menjadi
indikator untuk evaluasi diri.
E.
Konseling Kelainan Makanan
Dikatakan Wolfe &
Mash (2006:493-498) bahwa penanganan kelainan ini memerlukan
kerjasama team seperti psikiatri, konselor dan juga dokter. Bentuk terapi yang
biasa dilakukan dalam menangani masalah eating disorder cukup berfariasi salah
satunya adalah pendekatan terapi perilaku kognitif (CBT-cognitive) dari fairburn
merupakan strandar penanganan kasus eating
disorder yang dirasa paling efektig saat ini. Dalam teori fairburn, klien
didorong untuk mempertanyakan berbagai standar masyarakat terkait dengan daya
tarik fisik. Para klien juga juga arus mengungkap dan kemudian mengubah
keyakinan yang mendorong mereka melaparkan diri untuk mencegah bertambahnya
berat badan.
Bentuk terapi
lain, seperti terapi interpersonal (interpersonal therapy/IPT), juga terbukti
efektif dalam penanganan bulimia. Terapi ini menekankan pada penyelesaian
masalah interpersonal dengan keyakinan bahwa fungsi interpersonal yang semakin
efektif akan menghasilkan kebisaaan dan sikap makan yang lebih sehat.
Selain itu
adapula konseling gizi yang diberikan pada penderita yang belum pada level yang
tinggi. Tujuan dari konseling gizi tidak semata-mata untuk mengubah waktu dan
frekuensi makan saja tetapi memberi pemahaman dan motivasi bahwa asupan makanan
harus sesuai dengan kebutuhan dan aktivitas. Pemenuhan kebutuhan yang tepat
akan menjaga fungsi organ tubuh tetap baik dan menjaga keseimbangan hormon
termasuk mengendalikan kadar hormon stres dalam batas normal, sehingga
pemakaian sumber energi pun tetap normal. Semua itu akan menjaga stamina tetap
baik dan kinerja optimal.
Untuk membangkitkan
kesadaran klien dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, tetapi usaha
tersebut harus terus dilakukan secara bertahap sehingga yang bersangkutan dapat
beradaptasi dan merasa nyaman dengan perubahan tersebut sampai sepenuhnya klien
dapat mengontrol perilaku makan.
No comments:
Post a Comment