Konteks
Tugas Konselor
Membicarakan kontek
tugas seorang konselor dalam hal ini adalah terkait dengan peranan dan tugas
konselor dalam menjalankan fungsinya di dalam pendidikan atau sekolah. Oleh
sebab itu pertama, melihat pengertian
dan tujuan dari bimbingan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta
didik baik secara perorangan maupun kelompok, agar mandiri dan berkembang
secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir, melalui
berbagai jenis pelayanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang
berlaku. Penegasan konteks tugas dalam hal ini mengacu pada fungsi dasar
diselenggarakannya layanan bimbingan dan konseling yang ditujukan pada
pemandirian diri siswa dalam menggapai optimalisasi diri. Hal ini sesuai dengan visi dari bimbingan dan konseling
yang tertuang pada panduan pengembangan diri (KTSP, 2006:4) dimana
disebutkan sebagai “pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan
pengentasan masalah agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan
bahagia”. Pernyataan lain dijelaskan oleh Gibson (2010: 78-80) yang secara
singkat dapat dikatakan bahwa peran konselor dalam sekolah dihimbau agar dapat
memastikan kualitas lulusan dan optimalisasi proses pendidikan dan dalam
beberapa hal secara khusus, perananya akan mengikuti kondisi dari masing-
masing wilayah dan jenjang sekolah dimana tempat konselor bekerja.
Kedua,
melihat pada perundang-undangan sejak lama pelayanan bimbingan dan konseling dalam
jalur pendidikan formal telah dipetakan secara tepat dalam Kurikulum 1975,
meskipun ketika itu masih dinamakan pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan,
yang diposisikan sejajar dengan pelayanan manajemen pendidikan, dan
pelayanan di bidang pembelajaran yang dibingkai dalam kurikulum. Dari sini
tentunya dapat dilihat perbedaan antara konteks tugas konselor dengan pendidik
lain.
Akan tetapi, dalam Permendiknas No.
22/2006 tentang Standar Isi, pelayanan Bimbingan dan Konseling diletakkan
sebagai bagian dari kurikulum yang isinya dipilah menjadi (a) kelompok mata
pelajaran, (b) muatan lokal, dan (c) Materi Pengembangan Diri, yang harus
“disampaikan” oleh Konselor kepada peserta didik. Dijelaskan dalam naskah
kurikulum KTSP panduan pengembangan diri (2006:1) bahwa.
“Pengembangan
diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum
sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak
dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan
konseling berkenaan dengan masalah
pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta
kegiatan ekstra kurikuler. Di samping itu, untuk satuan pendidikan kejuruan,
kegiatan pengembangan diri, khususnya pelayanan konseling ditujukan guna pengembangan
kreativitas dan karir. Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling
menekankan peningkatan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan khusus peserta
didik.”
Sekilas hal ini membuat gambaran
kabur tentang kinerja seorang konselor dengan kegiatan ekstra kulikuler. Walaupun
demikian, konteks tugas konselor tentunya tidaklah jauh dari usaha pencapaian
tujuan dari layanan bimbingan dan konseling baik secara umum maupun secara
khusus. Dimana tujuan dari layanan bimbingan dan konseling adalah tentang
pengembangan optimum dan pemandirian diri klien. Terkait dengan sekolah sebagai
bagian dari dunia pendidikan dimana layanan bimbingan dan konseling ditujukan
dalam membantu peserta didik dalam pencapaian tugas peserta didik, seperti yang
ada dalam Permendiknas No 23/2006 tentang kompetensi peserta didik yang harus
dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah kompetensi
kemandirian untuk mewujudkan diri (self
actualization) dan pengembangan kapasitasnya (capacity development) yang dapat mendukung pencapaian kompetensi
lulusan (SKL)
Ekspektasi
Kinerja Konselor
Membicarakan ekspektasi kinerja
konselor artinya membahas harapan kedepan akan kinerja konselor yang semakin
dituntut peranannya baik dalam dunia pendidikan formal. Ekpektasi kinerja
konselor dalam buku penataan pendidikan Profesional Konselor dan layanan
bimbingan dan konseling dalam jalur formal (DEPDIKNAS, 2007:33), dijelaskan
terkait dengan profesionalisasi konselor yang ditandai dengan,
(a) pengakuan dari masyarakat dan pemerintah
bahwa kegiatannya merupakan layanan yang unik yang, (b) didasarkan atas
keahlian yang perlu dipelajari secara sistematis dan bersungguh-sungguh serta
memakan waktu yang panjang sehingga, (c) pengampunya diberikan penghargaan yang
layak dan, (d) untuk melindungi kemaslahatan pemakai layanan, otoritas publik,
otoritas profesi, dengan dibantu oleh masyarakat khususnya pemakai layanan,
wajib menjaga agar pengampu layaan ahli yang kompeten yang mengedepankan
kemaslahatan pemakai layanan yang dijinkan menyelenggarakan layanan ahli kepada
masyarakat.
Pemenuhan-pemenuhan kompetensi
tersebut semata-mata untuk memenuhi ekspektasi kinerja konselor dalam
menjalankan tugas-tugasnya didalam penyelenggaraaan layanan-layanan bimbingan
dan konseling. Terdapat perbedaan jenjang pendidikan yang dibagi berdasarkan
jenjang usia dan kebutuhan akan tingkat perkembangan. Maka, ekspektasi kinerja
konselor secara khusus pada masing-masing jenjang juga memiliki sedikit
perbedaan pada kebutuhan layanan yang
diberikan.
Pada jenjang taman kanak-kanak dijelasakan
dalam buku penataan pendidikan konselor dan layanan bimbingan dan konseling
dalam jalur pendidikan formal (DEPDIKNAS, 2007:188) bahwa, layanan yang
diberikan lebih bersifat preventif dan developmental. Ini artinya layanan yang
bersifat layanan responsif seperti konseling sangatlah kecil kemungkinan
diberikan atau bahkan tidak ada. Jikapun ada layanan semacam ini dibarikan
kepada orang tua agar dapat membantu mengatasi masalah atau kesulitan pada
siswa.
Pada jenjang Sekolah Dasar
dijelaskan bahwa ekspektasi kinerja konselor lebih difokuskan pada upaya
membantu guru sekolah dasar dalam mengatasi perilaku mengganggu (disruptive behavior) pada diri siswa.
Pendapat lain disampaikan Gibson (2010:81) bahwa “sekolah dasar merupakan
lembaga sosialisasi terkuat didalam perkembangan manusia”. Hal ini menjelaskan
bahwa sangat diperlukan sekali peranan konselor dalam jenjang pendidikan
sekolah dasar.
Dijelaskan bahwa ekspektasi kinerja
konselor pada jenjang pendidikan sekolah menengah telah ada sejak lama dan
diatur dengan sangat jelas dalam perundang-undangan. Dikatakan bahwa peranan
konselor disini diharapkan sebagai salah satu komponen student suport service (DEPDIKNAS,2007:189). Gibson (2010:92-104)
menjelaskan bahwa ekspektasi diperlihatkan melalui peranan konselor pada
pendidikan jenjang sekolah menengah baik menengah pertama atau atas adalah
orientasi siswa, aktivitas asesmen, konseling, konsultasi, penempatan, dan
perkembangan siswa. Perbedaan pada jenjang pendidikan menengah atas dan pertama
juga membuat perbedaan pada intensitas penyelenggaraan bantuan layanan.
Dijelaskan bahwa layanan konsultasi, penempatan jurusan, melakukan tes dan
menafsirkan, serta penempatan, perencanaan dan informasi karir karier memiliki
intensitas yang lebih tinggi dibandingkan layanan lainnya. Dan perbedaan ini
juga terjadi pada konselor yang berada pada pendidikan kejuruan.
Sedangkan pada jenjang pendidikan
peguruan tinggi ekspektasi kinerja konselor lebih kepada bagaimana mampu men-support perkembangan personal, sosial
akademik dan karir mahasiswa dibutuhkan (DEPDIKNAS, 2006:190). Hal ini karena
mahasiswa pada jenjang pendidikan perguruan tinggi dikenal memiliki perbedaan
dan keseriusan yang komplek sesuai dengan programnya masing-masing.
Lebih dari apa yang telah dikupas
diatas kedepan dalam memasuki abad baru era globalisasi yang semakin meluas dan
untuk memenuhi harapan-harapan yang ada akan profesionalitas konselor, maka
perlu dilakukan suatu arahan kedepan yang tepat dan sesuai dengan pengembangan
kinerja konselor. Oleh sebab itu agar tetap terjaga keprofesionalannya dan sesuai
dengan perubahan yang ada Gibson (2010:61-64) menjelaskan beberapa arahan
perubahan yang perlu dilakukan untuk menjapai harapan profesi kedepan yaitu,
1.
Peningkatan standart bagi penyimpangan konselor
2.
Meningkatkan perhatian kepada bidang-bidang khusus
3.
Menikatkanya penggunaan teknologi
4.
Peningkatan fokus kepada hasil-hasil empiris
5.
Pembaharuan teori-teori tradisional profesi
6.
Pembaruan atensi dan perluasan parameter konseling
karier
7.
Meningkatkan perhatian pada komunitas publik dan
aktivitas sosial yang sifatnya politis
8.
Meningkatkan perhatian kepada relevansi program
9.
Meningkatkannya kepekaan dan aktifitas multi-budaya
10. Globalisasi
profesionalitas yang semakin meningkat
11. Peningkatan
dramatis konseling online.
Paradigma
Bimbingan dan Konseling
Hakikat dan urgensi
bimbingan dan konseling
Dasar pemikiran penyelenggaraan
bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada
ada atau tidak adanya landasan hukum atau ketentuan dari atas, namun yang lebih
penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya
disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai
tugas-tugas perkembangannya (DEPDIKNAS, 2006:192)
Berdasarkan penjelasan tersebut maka
konseli dipandang sebagai individu yang sedang berkembang ke arah kemandirian
mencoba memenuhi kebutuhan-kebutuhan perkembangannya dengan optimal. Akan
tetapi dalam perkembangannya tidak semua individu dapat mencapai perkembangan
diri yang optimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu diupayakan
usaha untuk mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara
sitematik dan terprogram untuk mencapai standart kompetensi kemandirian
(DEPDIKNAS, 2006:193). Disinilah peranan bimbingan dan konseling yang merupakan
bagian dalam ranah pendidikan formal sesuai dengan Permendiknas No. 22/2006
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan seperti yang tertuang dalam UU no 20
tahun 2003. Bagaimana seorang konselor mampu mengaplikasikan layanan-layanan
bimbingan dan konseling sesuai dengan tingkat kebutuhan dari individu yang
menjadi konselinya.
Pada saat ini telah terjadi
perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan
yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor,
kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan
bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental
Guidance and Counseling), atau
bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive
Guidance and Counseling). Pendekatan ini menekankan kepada bagaimana
seorang konselor mampu berkolaborasi dengan perangkat pendidikan lainnya
seperti guru dan staff administrasi lainnya agar dapat membantu konseli
mencapai perkembangan dirinya secara optimal. berdasarkan hal inilah bimbingan
dan konseling pada implementasinya berorientasi kepada tercapainya peseta didik
sebagai makluk yang berdimensi biosikososiospriritual.
Tujuan bimbingan
dan konseling
Dijelaskan diawal bahwa tujuan
pelayanan bimbingan dan konseling adalah membantu konseli atau individu dalam
upaya mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal sehingga menjadi
pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab. Terkait dalam penyelenggaraan
layanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal dijelaskan
beberapa tujuan umum dari pelayanan bimbingan sebagai berikut.
Tujuan
pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat: (1) merencanakan kegiatan
penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan
datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya
seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan,
lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan
kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan,
masyarakat, maupun lingkungan kerja.(DEPDIKNAS ,2007:197)
Secara khusus Yusuf dan Nurihsan
(2010:14-16) menjelaskan tujuan-tujuan pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling dibedakan sesuai dengan kaitanya masing-masing pada aspek yang ada
yaitu, pencapaian tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi (1) aspek
pribadi-sosial, (2) aspek belajar (akademik), (3) aspek karir.
Fungsi bimbingan
dan konseling
Dijelaskan dalam buku penataan
pedidikan profesional konselor dan layanan bimbingan dan konseling dalam jalur
pendidikan formal (DEPDIKNAS, 2007:200-202) terdapat sepuluh fungsi dari
layanan bimbingan dan konseling yang meliputi: (1) pemahaman, (2) fasilitasi, (3)
penyesuaian, (4) penyaluran, (5) adaptasi, (6) pencegahan, (7) perbaikan, (8)
penyembuhan, (9) pemeliharaan, dan (10) pengembangan.
Sedikit berbeda dengan apa yang di
sebutkan sebelumnya Yusuf dan Nurihsan (2010:16-17) membagi fungsi-fungsi
bimbingan dan konseling menjadi 7 fungsi meliputi, (1) pemahaman, (2)
preventif, (3) pengembangan, (4) perbaikan (penyembuhan), (5) penyaluran, (6)
adaptasi, dan (7) penyesuaian.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas
jika dikaji secara terperinci maka dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum
maka terdapat 5 (lima) fungsi dari layanan bimbingan dan konseling yaitu
a.
Fungsi pemahaman;
b.
Fungsi pencegahan dan pengembangan;
c.
Fungsi penyesuaian diri; dan
d.
Fungsi pemecahan atau pengentasan masalah.
Prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling
Dalam menjalankan tugasnya seorang
konselor perlu mempertikan beberapa prinsip yang dijadikan acuan dalam
melaksanakan atau menyelengarakan program bimbingan dan konseling Beberapa
prinsip yang dijelaskan dalam buku penataan pedidikan profesional konselor dan
layanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal (DEPDIKNAS,
2007:203-204) di uraikan menjadi 6 hal yang secara singkat sebagai berikut.
a.
Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua
konseli;
b.
Bimbingan dan konseling bersifat individuasi;
c.
Bimbingan menekankan hal yang positif;
d.
Bimbingan dan konseling merupakan usaha bersama;
e.
Pengambilan keputusan merupakan hal yang Esensial
dalam bimbingan dan konseling; dan
f.
Bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai
setting kehidupan.
Sedangkan dalam naskah panduan
pengembangan diri (KTSP, 2006 :6) Prinsip-prinsip konseling berkenaan dengan
sasaran layanan, permasalahan yang dialami peserta didik, program pelayanan,
serta tujuan dan pelaksanaan pelayanan. Yang secara lebih jelas sebagai berikut
adalah :
a.
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan
sasaran layanan; (a) melayani semua individu tanpa memandang usia, jenis
kelamin, suku, agama dan status sosial; (b) tahapan perkembangan; (c)
Individual deferenses
b.
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan
permasalahan yang dialami individu; (a) menyangkut pengaruh kondisi mental
maupun fisik individu terhadap penyesuaian pengaruh lingkungan, (b) timbulnya
masalah pada individu oleh karena adanya kesenjangan sosial, ekonomi dan
budaya.
c.
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan
program pelayanan Bimbingan dan Konseling; (a) bimbingan dan konseling bagian
integral dari pendidikan dan pengembangan individu, (b) program bimbingan dan
konseling harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik maupun
lingkungan; (c) program bimbingan dan konseling disusun dengan mempertimbangkan
adanya tahap perkembangan individu; (d) program pelayanan bimbingan dan
konseling perlu diadakan penilaian hasil layanan.
Asas bimbingan
dan konseling
Keberhasilan bimbingan dan konseling
juga sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas dalam bimbingan dan
konseling beberapa asas yang dalam buku penataan pedidikan profesional konselor
dan layanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal (DEPDIKNAS,
2007:204-206) adalah asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kegiatan,
kemandirian, kekinian, kedinamisan, keterpaduan, keharmonisan, keahlian, dan
alih tangan kasus.
Sedangkan dalam Yusuf dan Nurihsan
(2010:22-24) ke 11 asas yang disampaikan sebelumnya ditambah satu asas lagi
yaitu asas tut wuri handayani sehingga menjadi 12 asas bimbingan dan konseling.
Hal ini sama dengan apa yang tertulis pada naskah panduan pengembangan diri
(KTSP, 2006:6) yang menyatakan adanya 12 asas yang terdapat dalam bimbingan dan
konseling mulai dari kerahasiaan samapai dengan tut wuri handayani.
Komponen program
bimbingan dan konseling
Dalam jalur pendidikan telah
dijelaskan dalam buku penataan pedidikan profesional konselor dan layanan
bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal (DEPDIKNAS, 2007:204-206)
komponen program bimbingan dan konseling dibagi dalam 4 komponen pelayanan
yaitu pelayanan dasar, pelayanan responsif, pelayanan perencanaan individu, dan
pelayanan dukungan sistem. Secara lebih jelas bentuk bentuk layanan bimbingan
dan konseling dilakukan dengan bentuk-bentuk layanan informasi, orientasi,
penguasaan konten, konseling individu, bimbingan dan konseling kelompok dan
layanan lain yang lebih dikenal dengan layanan pola 17 plus. Keempat komponen
program tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Manajemen Program
Bimbingan dan Konseling
Pada prinsipnya manajemn memuat
makna segala upaya menggerakkan individu atau kelompok untuk bekerja sama dalam
mendayagunakan sumber daya dalam suatu system untuk mencapai tujuan. Visi BK yang
realistis memang harus dikembangkan berdasarkan kondisi nyata peserta didik di
setiap lembaga pendidikan. Meskipun sekarang ini manajemen berbasis sekolah
menjadi acuan, tetapi ini bukan berarti pemerintah membiarkan manajemen sekolah
tidak memberi ruang bagi pelayanan aspek-aspek non akademis salah satu di
antaranya adalah BK. Hal ini ditunjukkan
dengan diberlakukannya beberapa Undang-undang maupun peraturan pemerintah yang
mengacu pada pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah. Dan pada
perkembangannya program bimbingan dan konseling di sekolah saat ini menuju pada
bentuk program bimbingan dan konseling yang komprehensif.
Program BK komprehensif dirancang
menjadi bagian integral dari proses pendidikan di sekolah. Integrasi antara
program BK dan keseluruhan program pendidikan di sekolah yang bertujuan
mengembangkan aspek intelektual, dan skill diharapkan akan memberi pengaruh
pada pembentukan kompetensi peserta didik yang lebih utuh. Integrasi semacam
ini membutuhkan kesamaan visi lembaga pendidikan dan semua komponen yang
terlibat dalam proses pendidikan, sehingga proses pendidikan dan bimbingan yang
kolaboratif dapat diciptakan.
Dalam pelaksanaan manajemen
penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling secara keseluruan dilakukan
mulai dari asesmen hingga pada proses eveluasi. Fungsi manajemen yang penting
dijalankan dalam pelayanan bimbingan dan konseling meliputi perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, analisis dan tindak lanjut. Secara keseluruhan unjuk
kerja konselor dapat digambarkan sebagai berikut.
Sarana dan
Prasarana
Kita paham bahwa salah satu aspek
penting dalam upaya menyelenggarakan program layanan bimbingan dan konseling
secara optimal adalah terpenuhinya sarana dan prasarana layanan yang dibutuhkan.
Sarana dan prasarana tersebut baik berupa ruangan, perabotan dan juga alat atau
media layanan lainnya.
Dengan ruangan yang kondusif maka
tujuan dari layanan yang diberikan akan dapat tercapai atau tersampaikan dengan
baik kepada siswa atau konseli. Jumlah ruangan dan macam ruangan akan
menyesuaikan dengan kebutuhan dan jenis layanan yang diberikan. Dalam buku
penataan pedidikan profesional konselor dan layanan bimbingan dan konseling
dalam jalur pendidikan formal (DEPDIKNAS, 2007:238) dijelaskan bahwa jenis
ruangan yang diperlukan meliputi : (1) ruangan kerja, (2) ruang admistrasi, (3)
ruang konseling individual, (4) ruang bimbingan dan konseling kelompok, (5)
ruang biblio terapi, (6) ruang lelaksasi, dan (7) ruang tamu.
Walaupun begitu anggapan bahwa
proses layanan dapat dilakukakn dalam berbagai macam setting dan tempat maka
terkadang layanan bimbingan dan konseling bisa juga dilakukan di tempat-tempat
yang lain selam dengan catatan bahwa tempat tersebut kondusif untuk
penyelenggaraan layanan. Hal ini biasa dilakukan pada sekolah atau madrasah
yang dalam hal sarana dan prasarana memang terhitung kurang sehingga tidak bisa
memenuhi setiap ruang yang diperlukan.
Fasilitas lain yang diperlukan dalam penyelenggaraan layanan
bimbingan dan konseling adalah tersedianya dokumen program bimbingan dan
konseling dan instrumen pengumpulan data dan kelengkapan administrasi
(DEPDIKNAS, 2006:240). Fasilitas- fasilitas tersebut berupa alat tes dan non
tes, alat penyimpan data dan kelengkapan penunjang teknis seperti komputer, dan
alat bantu lain yang dapat mempermudah dan menunjang layanan bimbingan dan
konseling. Bahkan tersedianya perangkat komunikasi seperti jaringan informasi
global atau internet menjadi fasilitas yang cukup penting untuk dipenuhi
mengingat perkembangan teknologi dan informasi yang semakin mutahir dan
berkembang.
Pembiayaan
Dalam pnyelenggaraan layanan
bimbingan dan konseling perencanaan anggaran merupakan komponen penting dari
manajemen bimbingan dan konseling. Oleh karena itu, perlu dirancang dengan
cermat berapa anggaran yang diperlukan untuk mendukung implementasi program dan
anggaran ini harus masuk ke dalam Anggaran dan Belanja Sekolah/Madrasah
Kebijakan lembaga yang kondusif
perlu diupayakan. Kepala Sekolah/Madrasah harus memberikan dukungan yang serius
dan sistematis terhadap penyelenggaraan program bimbingan dan konseling. Hal in
karena, pelaksanaan program bimbingan dan konseling harus diperlakukan sebagai
kegiatan yang utuh dari seluruh program pendidikan.
Dengan terpenuhinya anggaran
pembiayaan dalam penyelenggaraan layann bibingan dan konseling maka diharapkan
secara langsung akan dapat mengoptimalkan terselenggaranya layanan bimbingan
dan konseling disekolah. Dan secara tidak langsung sarana dan prasaranan yang
diperlukan dalam menunjang layanan juga akan berangsunr-angsur bisa dipenuhi
pula.
Daftar
Pustaka
----------.
2007. Penataan Pedidikan Profesional
Konselor Dan Layanan Bimbingan Dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal.
DEPDIKNAS
Erford,T.
2004 . Professional School
Counseling : a Handbook of Theories, Programs & Pracices. Texas :
CAPS Press
Gibson, RL & Mitchell, M.H. 2010
. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar
Yusuf, Syamsu & Nurihsan,
Juntika. 2010. Landasan Bimbingan dan
Konseling. Bandung : PT. REMAJA ROSDAKARYA
Naskah Panduan Pengembangan Diri untuk
satuan pedidikan dasar dan menengah (KTSP) tahun 2006
No comments:
Post a Comment