Salah satu
maksud dan tujuan dari seseorang melangsungkan pernikahan atau berumah tangga
adalah ingin memperoleh anak atau keturunan yang saleh maupun solekan. Namun,
kenyataannya tidak semua pasangan suami-istri mendapatkan atau memperoleh
keturunan atau anak dengan cepat dan mudah. Ada pasangan baru satu tahun sudah dikaruniai anak, ada
juga yang lima bahkan bertahun-tahun tidak dikaruniai seorang anak.
Seiring
berkembangnya teknologi masalah tersebut oleh para ahli telah ditemukan penyelesaiannya yaitu melalui teknik inseminasi buatan atau yang lebih kita
kenal dengan bayi tabung. Teknik ini telah membantu meringankan beban para
pasangan suami isteri yang masalah dalam memperoleh keturunan. Teknik bayi
tabung sempat mencatat keberhasilan luar biasa dan menggemparkan dunia. Metode
yang diprakarsai sejumlah dokter Inggris ini berhasil menghadirkan bayi
perempuan bernama Louise Brown pada 1978. Fenomena
itu membuka jalan bagi pasutri yang mungkin mengalami kendala dalam pembuahan.
Karena dengan adanya metode bayi tabung ini, pasutri yang mempunyai masalah
secara medis dapat mempunyai keturunan.
Yang lebih menarik lagi gagasan mengenai bayi
tabung ini sudah dimanfaatkan oleh tahanan di Palestina, di mana mereka tidak
diizinkan untuk meninggalkan penjara untuk menemui istri mereka, sedangkan mereka
ingin mempunyai keturunan. Dari berbagai
peristiwa yang muncul terhadap kemajuan teknologi tersebut muncul berbagai
pandangan untuk menanggapi masalah
tersebut. Salah satunya adalah pandangan dalam hukum
islam.
Secara garis
basar bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro
fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan di mana sel telur (ovum) dibuahi
di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi
masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari
mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium
dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
sedangkan
secara lebih jelas, bayi tabung adalah bayi hasil konsepsinya (yaitu dari
pertemuan antara sel telur dan sperma) yang dilakukan dalam sebuah tabung yang
dipersiapkan sedemikian rupa di laboratorium. Didalam laboratorium tabung tsb
dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai dengan tempat pembuahannya
yang asli yaitu rahim ibu atau wanita yang dibuat sedemikian rupa sehingga
temperatur dan situasinya persis sama dengan aslinya.
Prosenya mula-mula
dengan suatu alat khusus semacam alat untuk laparoskopi dilakukan pengambilan
sel telur dari wanita yang baru saja mengalami ovulasi. Kemudian sel telur yang
diambil tadi dibuahi dengan sperma yang sudah dipersiapkan dalam tabung
yang suasananya dibuat persis seperti dalam rahim.
Setelah pembuahan hasil konsepsi tersebut dipelihara
beberapa saat dalam tabung tadi sampai pada suatu saat tertentu akan
dicangkokan ke dalam rahim wanita tersebut. Selanjutnya diharapkan embrio itu
akan tumbuh sebagaimana layaknya di dalam rahim wanita. Sudah tentu wanita tsb
akan mengalami kehamilan perkembangan selama kehamilan seperti biasa.
Sejarah dan proses bayi tabung
Teknik bayi
tabung sempat mencatat keberhasilan luar biasa dan menggemparkan dunia. Metode
yang diprakarsai sejumlah dokter Inggris ini berhasil menghadirkan bayi
perempuan bernama Louise Brown pada 1978. Sebelum itu, untuk menolong pasangan
suami-istri tak subur digunakan teknik inseminasi buatan, yakni penyemprotan
sejumlah cairan semen suami ke dalam rahim dengan bantuan alat suntik. Dengan
cara ini diharapkan sperma lebih mudah bertemu dengan sel telur. Sayang,
tingkat keberhasilannya hanya 15%.
Pada teknik
in vitro yang melahirkan Brown, pertama-tama dilakukan perangsangan indung
telur sang istri dengan obat khusus untuk menumbuhkan lebih dari satu sel
telur. Perangsangan berlangsung 5 - 6 minggu sampai sel telur dianggap cukup
matang dan sudah saatnya "dipanen". Selanjutnya, folikel atau
gelembung sel telur diambil tanpa operasi, melainkan dengan tuntunan alat
ultrasonografi transvaginal (melalui vagina).
Sementara
semua sel telur yang berhasil diangkat dieramkan dalam inkubator, air mani
suami dikeluarkan dengan cara masturbasi, dibersihkan, kemudian diambil sekitar
50.000 - 100.000 sperma. Sperma itu ditebarkan di sekitar sel telur dalam
sebuah wadah khusus. Sel telur yang terbuahi normal, ditandai dengan adanya dua
sel inti, segera membelah menjadi embrio. Sampai dengan hari ketiga, maksimal
empat embrio yang sudah berkembang ditanamkan ke rahim istri. Dua minggu
kemudian dilakukan pemeriksaan hormon Beta-HCG dan urine untuk meyakinkan bahwa
kehamilan memang terjadi.
Sejak
kelahiran Louise Brown, teknik bayi tabung atau In Vitro Fertilization (IVF)
semakin populer saja di dunia. Di Indonesia, IVF pertama kali diterapkan di
Rumah Sakit Anak-Ibu (RSAB) Harapan Kita, Jakarta, pada 1987. Teknik yang kini
disebut IVF konvensional itu berhasil melahirkan bayi tabung pertama, Nugroho
Karyanto, pada 2 Mei 1988. Setelah itu lahir sekitar 300 "adik"
Nugroho, di antaranya dua kelahiran kembar empat.
Semakin
canggih saja Sukses besar teknik IVF konvensional ternyata masih belum
memuaskan dunia kedokteran, apalagi kalau mutu dan jumlah sperma yang hendak
digunakan kurang. Maka dikembangkanlah teknik lain seperti PZD (Partial Zona
Dessection) dan SUZI (Subzonal Sperm Intersection). Pada teknik PZD, sperma
disemprotkan ke sel telur setelah dinding sel telur dibuat celah untuk
mempermudah kontak sperma dengan sel telur. Sedangkan pada SUZI sperma
disuntikkan langsung ke dalam sel telur. Namun, teknik pembuahan
mikromanipulasi di luar tubuh ini pun masih dianggap kurang memuaskan hasilnya.
Sekitar
lima tahun lalu Belgia membuat gebrakan lain yang disebut ICSI (Intra
Cytoplasmic Sperm Injection). Teknik canggih ini ternyata sangat tepat
diterapkan pada kasus mutu dan jumlah sperma yang minim. Kalau pada IVF
konvensional diperlukan 50.000 - 100.000 sperma untuk membuahi sel telur, pada
ICSI hanya dibutuhkan satu sperma dengan kualitas nomor wahid. Melalui pipet
khusus, sperma disuntikkan ke dalam satu sel telur yang juga dinilai bagus.
Langkah selanjutnya mengikuti cara IVF konvensional. Pada teknik ini jumlah
embrio yang ditanamkan cuma 1 - 3 embrio. Setelah embrio berhasil ditanamkan
dalam rahim, si calon ibu tinggal di rumah sakit selama satu malam.
Di Indonesia, menurut dr. Subyanto
DSOG dan dr. Muchsin Jaffar
DSPK, tim unit infertilitas MELATI-RSAB Harapan Kita, ICSI sudah diterapkan
sejak 1995 dan berhasil melahirkan anak yang pertama pada Mei 1996. Dengan
teknik ini keberhasilan bayi tabung meningkat menjadi 30 - 40%, terutama pada
pasangan usia subur.
Berdasarkan
pengalaman, menurut dr. Muchsin, peluang terjadinya embrio pada teknologi bayi
tabung sekitar 90%, di antaranya 30 - 40% berhasil hamil. Namun, dari jumlah itu,
20 - 25% mengalami keguguran. Sedangkan wanita usia 40-an yang berhasil
melahirkan dengan teknik in vitro hanya 6%. Karena rendahnya tingkat
keberhasilan dan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan pasien, teknik ini tidak
dianjurkan untuk wanita berusia 40-an.
Pasangan
yang masuk program MELATI tidak harus mengikuti program IVF. Teknik ini hanya
ditawarkan kalau setelah diusahakan dengan cara lain, tidak berhasil. Sebelum
mengikuti program ini pun pasutri diminta mengikuti ceramah dan menerima
penjelasan semua prosedurnya agar diikuti dengan mantap.
Biaya
mengikuti program IVF memang tidak murah. Pada akhir 1980-an biayanya sekitar
Rp 5 juta. Kini, berkisar antara Rp 13,5 juta - Rp 18 juta. Harga obat suntik
perangsang indung telur saja sudah naik hampir empat kali lipat. Padahal,
suntikan yang dibutuhkan selama dua minggu mencapai 45 ampul.
Selain RSAB
Harapan Kita, Jakarta, teknik IVF juga sudah diterapkan di FKUI-RSUPN Cipto
Mangunkusumo (Jakarta), Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Surabaya), dan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan RS Dr. Sardjito (Yogyakarta).
Kalau
sperma kosong Pada kasus cairan air mani tanpa sperma (azoospermia), mungkin
akibat penyumbatan atau gangguan saluran sperma, kini bisa dilakukan
pengambilan sperma dengan teknik operasi langsung pada saluran air mani atau
testis. Tekniknya ada dua, MESA (Microsurgical Sperm Aspiration) dan
TESE (Testicular Sperm Extraction). Pada MESA, sperma diambil dari tempat sperma dimatangkan dan disimpan
(epididimis). Sedangkan pada TESE, sperma langsung diambil dari testis yang
merupakan pabrik sperma. Setelah sperma diambil, dipilih yang paling baik.
Selanjutnya, dilakukan langkah-langkah menurut prosedur ICSI. Teknik ini juga
sudah diterapkan di RSAB Harapan Kita sejak 1996 dan telah berhasil melahirkan
dua anak.
Seperti di
negara lain, sejak 1992 Indonesia sudah melakukan simpan beku embrio.
Perangsangan indung telur wanita pada prosedur bayi tabung memungkinkan
terbentuknya banyak embrio. Tidak mungkin semua embrio ditransfer ke dalam
rahim pada saat bersamaan. Embrio yang untuk sementara tidak digunakan dapat
disimpan dengan cara kriopreservasi, yang selanjutnya disimpan dalam tabung
berisi cairan nitrogen pada suhu 196oC di bawah nol derajat. Kapasitas tabung
sekitar 100 embrio.
Simpan beku
embrio ini menghemat biaya karena pasangan tidak perlu lagi mengulang proses
pengerjaan dari awal lagi bila embrio berikutnya perlu ditanamkan kembali.
Tidak seperti di Barat, embrio ataupun sperma yang tersimpan beku di Indonesia
hanya diperuntukkan bagi pasutri yang bersangkutan.
Salah satu
contoh keberhasilan teknik penyimpanan embrio bisa ditemukan di Belgia.
Baru-baru ini lahir seorang bayi laki-laki sehat hasil penanaman embrio yang
sudah dibekukan selama 7,5 tahun dari pasangan lain (anonim). Bayi yang dibantu
kelahirannya oleh dr. Michael Vermesh ini beratnya 4 kg. Daya tahan embrio yang
dibekukan bisa puluhan tahun dan tetap bisa menjadi bayi sehat.
Teknologi reproduksi in vitro ternyata sangat
membantu pasangan yang mengalami gangguan reproduksi. Mengupayakan pasutri agar
bisa mempunyai anak sungguh merupakan perbuatan mulia dan membahagiakan,
sekalipun pembuahannya dilakukan di laboratorium. Seperti halnya Louise Brown,
mungkin banyak anak yang dilahirkan melalui teknik ini ikut bersyukur bahwa
kedua orang tuanya mengikuti program itu.
Bayi tabung menurut konsep islam
Proses
pembuahan dengan metode bayi tabung antara sel sperma suami dengan sel telur
isteri, sesungguhnya merupakan upaya medis untuk memungkinkan sampainya sel
sperma suami ke sel telur isteri. Sel sperma tersebut kemudian akan membuahi
sel telur bukan pada tempatnya yang alami. Sel telur yang telah dibuahi ini
kemudian diletakkan pada rahim isteri dengan suatu cara tertentu sehingga
kehamilan akan terjadi secara alamiah di dalamnya.
Pada
dasarnya pembuahan yang alami terjadi dalam rahim melalui cara yang alami pula
(hubungan seksual), sesuai dengan fitrah yang telah ditetapkan Allah untuk
manusia. Akan tetapi pembuahan alami ini terkadang sulit terwujud, misalnya
karena rusaknya atau tertutupnya saluran indung telur (tuba Fallopii) yang
membawa sel telur ke rahim, serta tidak dapat diatasi dengan cara membukanya
atau mengobatinya. Atau karena sel sperma suami lemah atau tidak mampu
menjangkau rahim isteri untuk bertemu dengan sel telur, serta tidak dapat
diatasi dengan cara memperkuat sel sperma tersebut, atau mengupayakan sampainya
sel sperma ke rahim isteri agar bertemu dengan sel telur di sana. Semua ini
akan meniadakan kelahiran dan menghambat suami isteri untuk berbanyak anak.
Padahal Islam telah menganjurkan dan mendorong hal tersebut dan kaum muslimin
pun telah disunnahkan melakukannya.
Kesulitan
tersebut dapat diatasi dengan suatu upaya medis agar pembuahan –antara sel
sperma suami dengan sel telur isteri– dapat terjadi di luar tempatnya yang
alami. Setelah sel sperma suami dapat sampai dan membuahi sel telur isteri
dalam suatu wadah yang mempunyai kondisi mirip dengan kondisi alami rahim, maka
sel telur yang telah terbuahi itu lalu diletakkan pada tempatnya yang alami,
yakni rahim isteri. Dengan demikian kehamilan alami diharapkan dapat terjadi
dan selanjutnya akan dapat dilahirkan bayi secara normal.
Proses
seperti ini merupakan upaya medis untuk mengatasi kesulitan yang ada, dan
hukumnya boleh (ja’iz) menurut syara’. Sebab upaya tersebut adalah upaya untuk
mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam, yaitu kelahiran dan berbanyak
anak, yang merupakan salah satu tujuan dasar dari suatu pernikahan.
Diriwayatkan dari Anas RA
bahwa Nabi SAW telah bersabda :
“Menikahlah
kalian dengan perempuan yang penyayang dan subur (peranak), sebab sesungguhnya
aku akan berbangga di hadapan para nabi dengan banyaknya jumlah kalian pada
Hari Kiamat nanti.” (HR. Ahmad)
Diriwayatkan dari Abdullah bin
Umar RA bahwa Rasulullah saw telah bersabda :
“Menikahlah
kalian dengan wanita-wanita yang subur (peranak) karena sesungguhnya aku akan
membanggakan (banyaknya) kalian pada Hari Kiamat nanti.”(HR. Ahmad)
Dengan
demikian jika upaya pengobatan untuk mengusahakan pembuahan dan kelahiran
alami telah dilakukan dan ternyata tidak berhasil, maka dimungkinkan untuk
mengusahakan terjadinya pembuahan di luar tenpatnya yang alami. Kemudian sel
telur yang telah terbuahi oleh sel sperma suami dikembalikan ke tempatnya yang
alami di dalam rahim isteri agar terjadi kehamilan alami. Proses ini dibolehkan
oleh Islam, sebab berobat hukumnya sunnah (mandub) dan di samping itu proses
tersebut akan dapat mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam, yaitu
terjadinya kelahiran dan berbanyak anak.
Pada
dasarnya, upaya untuk mengusahakan terjadinya pembuahan yang tidak alami
tersebut hendaknya tidak ditempuh, kecuali setelah tidak mungkin lagi
mengusahakan terjadinya pembuahan alami dalam rahim isteri, antara sel sperma
suami dengan sel telur isterinya.
Dalam
proses pembuahan buatan dalam cawan untuk menghasilkan kelahiran tersebut,
disyaratkan sel sperma harus milik suami dan sel telur harus milik isteri. Dan
sel telur isteri yang telah terbuahi oleh sel sperma suami dalam cawan, harus
diletakkan pada rahim isteri.
Hukumnya
haram bila sel telur isteri yang telah terbuahi diletakkan dalam rahim
perempuan lain yang bukan isteri, atau apa yang disebut sebagai “ibu pengganti”
(surrogate mother). Begitu pula haram hukumnya bila proses dalam
pembuahan buatan tersebut terjadi antara sel sperma suami dengan sel telur
bukan isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam
rahim isteri. Demikian pula haram hukumnya bila proses pembuahan tersebut
terjadi antara sel sperma bukan suami dengan sel telur isteri, meskipun sel
telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam rahim isteri.
Ketiga
bentuk proses di atas tidak dibenarkan oleh hukum Islam, sebab akan menimbulkan
pencampuradukan dan penghilangan nasab, yang telah diharamkan oleh ajaran
Islam.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah
RA bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ketika turun ayat li’an :
“Siapa
saja perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan
dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apa pun dari Allah dan
Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki
yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah
akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di hadapan
orang-orang yang terdahulu dan kemudian (pada Hari Kiamat nanti).” (HR. Ad
Darimi)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas
RA, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
“Siapa
saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang
budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat
laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.” (HR. Ibnu Majah)
Ketiga
bentuk proses di atas mirip dengan kehamilan dan kelahiran melalui perzinaan,
hanya saja di dalam prosesnya tidak terjadi penetrasi penis ke dalam vagina.
Oleh karena itu laki-laki dan perempuan yang menjalani proses tersebut tidak
dijatuhi sanksi bagi pezina (hadduz zina), akan tetapi dijatuhi sanksi berupa
ta’zir*, yang besarnya diserahkan kepada kebijaksaan hakim (qadli)
Sedangkan oleh Syekh Muhammad
Yusuf Qardhawi (1993), mengatakan :
”Kalau Islam telah melindungi keturunan, yaitu
dengan mengharamkan zina dan pengangkatan anak, sehingga dengan demikian
situasi keluarga selalu bersih dari anasir-anasir asing, maka untuk itu Islam
juga mengharamkan apa yang disebut pencangkoan sperma (bayi tabung), apabila
ternyata pencangkoan itu bukan sperma suami. Bahkan situasi demikian, seperti
kata Syekh Syaltut, suatu perbuatan zina dalam satu waktu, sebab intinya adalah
satu dan hasilnya satu juga, yaitu meletakkan air laki-laki lain dengan suatu
kesengajaan pada ladang yang tidak ada ikatan perkawinan secara syara' yang
dilindungi hukum naluri dan syariat agama. Andaikata tidak ada
pembatasan-pembatasan dalam masalah bentuk pelanggaran hukum, niscaya
pencangkoan ini dapat dihukumi berzina yang oleh syariat Allah telah diberinya
pembatasan; dan kitab-kitab agama akan menurunkan ayat tentang itu.
Apabila pencangkokan yang dilakukan itu bukan air
suami, maka tidak diragukan lagi adalah suatu kejahatan yang sangat buruk
sekali, dan suatu perbuatan mungkar yang lebih hebat daripada pengangkatan
anak. Sebab anak cangkokan dapat menghimpun antara pengangkatan anak, yaitu
memasukkan unsur asing ke dalam nasab, dan antara perbuatan jahat yang lain
berupa perbuatan zina dalam satu waktu yang justru ditentang oleh syara' dan
undang-undang, dan ditentang pula oleh kemanusiaan yang tinggi, dan akan
meluncur ke derajat binatang yang tidak berperikemanusiaan dengan adanya ikatan
kemasyarakatan yang mulia”
Secara umum beberapa
perkara yang sangat perlu diperhatikan dalam masalah ini adalah aurat vital si
wanita harus tetap terjaga (tertutup) demikian juga kemungkinan kegagalan
proses operasi persemaian sperma dan indung telur itu sangat perlu
diperhitungkan. Demikian pula perlu diantisipasi kemungkinan terjadinya
pelanggaran amanah serta hukum-hukum yang mengaturnya dari orang-orang yang
lemah iman di rumah-rumah sakit yang dengan sengaja mengganti sperma ataupun
indung telur supaya operasi tersebut berhasil demi mendapatkan materi dunia. Oleh
sebab itu dalam melakukannya perlu kewaspadaan yang ekstra ketat.
Rujukan :
Ramli, M. 2006. Menganl Islam. Semarang : UNNES Press.
Qardhawi, M. Y. 1993. Halal dan Haram dalam Islam. Bangil : PT. Bina Ilmu.
No comments:
Post a Comment