Tuesday, 19 June 2012

BAYI TABUNG DALAM ISLAM


Salah satu maksud dan tujuan dari seseorang melangsungkan pernikahan atau berumah tangga adalah ingin memperoleh anak atau keturunan yang saleh maupun solekan. Namun, kenyataannya tidak semua pasangan suami-istri mendapatkan atau memperoleh keturunan atau anak dengan cepat dan mudah. Ada pasangan  baru satu tahun sudah dikaruniai anak, ada juga yang lima bahkan bertahun-tahun tidak dikaruniai seorang anak.
Seiring berkembangnya teknologi masalah tersebut oleh para ahli telah ditemukan penyelesaiannya yaitu melalui teknik inseminasi buatan atau yang lebih kita kenal dengan bayi tabung. Teknik ini telah membantu meringankan beban para pasangan suami isteri yang masalah dalam memperoleh keturunan. Teknik bayi tabung sempat mencatat keberhasilan luar biasa dan menggemparkan dunia. Metode yang diprakarsai sejumlah dokter Inggris ini berhasil menghadirkan bayi perempuan bernama Louise Brown pada 1978. Fenomena itu membuka jalan bagi pasutri yang mungkin mengalami kendala dalam pembuahan. Karena dengan adanya metode bayi tabung ini, pasutri yang mempunyai masalah secara medis dapat mempunyai keturunan. 
Yang lebih menarik lagi gagasan mengenai bayi tabung ini sudah dimanfaatkan oleh tahanan di Palestina, di mana mereka tidak diizinkan untuk meninggalkan penjara untuk menemui istri mereka, sedangkan mereka ingin mempunyai keturunan. Dari  berbagai peristiwa yang muncul terhadap kemajuan teknologi tersebut muncul berbagai pandangan  untuk menanggapi masalah tersebut. Salah satunya adalah pandangan dalam hukum islam.
Secara garis basar bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan di mana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
sedangkan secara lebih jelas, bayi tabung adalah bayi hasil konsepsinya (yaitu dari pertemuan antara sel telur dan sperma) yang dilakukan dalam sebuah tabung yang dipersiapkan sedemikian rupa di laboratorium. Didalam laboratorium tabung tsb dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai  dengan tempat pembuahannya yang asli yaitu rahim ibu atau wanita yang dibuat sedemikian rupa sehingga temperatur dan situasinya persis sama dengan aslinya.
Prosenya mula-mula dengan suatu alat khusus semacam alat untuk laparoskopi dilakukan pengambilan sel telur dari wanita yang baru saja mengalami ovulasi. Kemudian sel telur yang diambil tadi  dibuahi dengan sperma yang sudah dipersiapkan dalam tabung yang suasananya dibuat persis seperti dalam rahim. 
Setelah pembuahan hasil konsepsi tersebut dipelihara beberapa saat dalam tabung tadi sampai pada suatu saat tertentu akan dicangkokan ke dalam rahim wanita tersebut. Selanjutnya diharapkan embrio itu akan tumbuh sebagaimana layaknya di dalam rahim wanita. Sudah tentu wanita tsb akan mengalami kehamilan perkembangan selama kehamilan seperti  biasa.

Sejarah dan proses bayi tabung

 Teknik bayi tabung sempat mencatat keberhasilan luar biasa dan menggemparkan dunia. Metode yang diprakarsai sejumlah dokter Inggris ini berhasil menghadirkan bayi perempuan bernama Louise Brown pada 1978. Sebelum itu, untuk menolong pasangan suami-istri tak subur digunakan teknik inseminasi buatan, yakni penyemprotan sejumlah cairan semen suami ke dalam rahim dengan bantuan alat suntik. Dengan cara ini diharapkan sperma lebih mudah bertemu dengan sel telur. Sayang, tingkat keberhasilannya hanya 15%.
Pada teknik in vitro yang melahirkan Brown, pertama-tama dilakukan perangsangan indung telur sang istri dengan obat khusus untuk menumbuhkan lebih dari satu sel telur. Perangsangan berlangsung 5 - 6 minggu sampai sel telur dianggap cukup matang dan sudah saatnya "dipanen". Selanjutnya, folikel atau gelembung sel telur diambil tanpa operasi, melainkan dengan tuntunan alat ultrasonografi transvaginal (melalui vagina).
Sementara semua sel telur yang berhasil diangkat dieramkan dalam inkubator, air mani suami dikeluarkan dengan cara masturbasi, dibersihkan, kemudian diambil sekitar 50.000 - 100.000 sperma. Sperma itu ditebarkan di sekitar sel telur dalam sebuah wadah khusus. Sel telur yang terbuahi normal, ditandai dengan adanya dua sel inti, segera membelah menjadi embrio. Sampai dengan hari ketiga, maksimal empat embrio yang sudah berkembang ditanamkan ke rahim istri. Dua minggu kemudian dilakukan pemeriksaan hormon Beta-HCG dan urine untuk meyakinkan bahwa kehamilan memang terjadi.
Sejak kelahiran Louise Brown, teknik bayi tabung atau In Vitro Fertilization (IVF) semakin populer saja di dunia. Di Indonesia, IVF pertama kali diterapkan di Rumah Sakit Anak-Ibu (RSAB) Harapan Kita, Jakarta, pada 1987. Teknik yang kini disebut IVF konvensional itu berhasil melahirkan bayi tabung pertama, Nugroho Karyanto, pada 2 Mei 1988. Setelah itu lahir sekitar 300 "adik" Nugroho, di antaranya dua kelahiran kembar empat.
Semakin canggih saja Sukses besar teknik IVF konvensional ternyata masih belum memuaskan dunia kedokteran, apalagi kalau mutu dan jumlah sperma yang hendak digunakan kurang. Maka dikembangkanlah teknik lain seperti PZD (Partial Zona Dessection) dan SUZI (Subzonal Sperm Intersection). Pada teknik PZD, sperma disemprotkan ke sel telur setelah dinding sel telur dibuat celah untuk mempermudah kontak sperma dengan sel telur. Sedangkan pada SUZI sperma disuntikkan langsung ke dalam sel telur. Namun, teknik pembuahan mikromanipulasi di luar tubuh ini pun masih dianggap kurang memuaskan hasilnya.
Sekitar lima tahun lalu Belgia membuat gebrakan lain yang disebut ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection). Teknik canggih ini ternyata sangat tepat diterapkan pada kasus mutu dan jumlah sperma yang minim. Kalau pada IVF konvensional diperlukan 50.000 - 100.000 sperma untuk membuahi sel telur, pada ICSI hanya dibutuhkan satu sperma dengan kualitas nomor wahid. Melalui pipet khusus, sperma disuntikkan ke dalam satu sel telur yang juga dinilai bagus. Langkah selanjutnya mengikuti cara IVF konvensional. Pada teknik ini jumlah embrio yang ditanamkan cuma 1 - 3 embrio. Setelah embrio berhasil ditanamkan dalam rahim, si calon ibu tinggal di rumah sakit selama satu malam.
Di Indonesia, menurut dr. Subyanto DSOG dan dr. Muchsin Jaffar DSPK, tim unit infertilitas MELATI-RSAB Harapan Kita, ICSI sudah diterapkan sejak 1995 dan berhasil melahirkan anak yang pertama pada Mei 1996. Dengan teknik ini keberhasilan bayi tabung meningkat menjadi 30 - 40%, terutama pada pasangan usia subur.
Berdasarkan pengalaman, menurut dr. Muchsin, peluang terjadinya embrio pada teknologi bayi tabung sekitar 90%, di antaranya 30 - 40% berhasil hamil. Namun, dari jumlah itu, 20 - 25% mengalami keguguran. Sedangkan wanita usia 40-an yang berhasil melahirkan dengan teknik in vitro hanya 6%. Karena rendahnya tingkat keberhasilan dan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan pasien, teknik ini tidak dianjurkan untuk wanita berusia 40-an.
Pasangan yang masuk program MELATI tidak harus mengikuti program IVF. Teknik ini hanya ditawarkan kalau setelah diusahakan dengan cara lain, tidak berhasil. Sebelum mengikuti program ini pun pasutri diminta mengikuti ceramah dan menerima penjelasan semua prosedurnya agar diikuti dengan mantap.
Biaya mengikuti program IVF memang tidak murah. Pada akhir 1980-an biayanya sekitar Rp 5 juta. Kini, berkisar antara Rp 13,5 juta - Rp 18 juta. Harga obat suntik perangsang indung telur saja sudah naik hampir empat kali lipat. Padahal, suntikan yang dibutuhkan selama dua minggu mencapai 45 ampul.
Selain RSAB Harapan Kita, Jakarta, teknik IVF juga sudah diterapkan di FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo (Jakarta), Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Surabaya), dan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan RS Dr. Sardjito (Yogyakarta).
Kalau sperma kosong Pada kasus cairan air mani tanpa sperma (azoospermia), mungkin akibat penyumbatan atau gangguan saluran sperma, kini bisa dilakukan pengambilan sperma dengan teknik operasi langsung pada saluran air mani atau testis. Tekniknya ada dua, MESA (Microsurgical Sperm Aspiration) dan TESE (Testicular Sperm Extraction). Pada MESA, sperma diambil dari tempat sperma dimatangkan dan disimpan (epididimis). Sedangkan pada TESE, sperma langsung diambil dari testis yang merupakan pabrik sperma. Setelah sperma diambil, dipilih yang paling baik. Selanjutnya, dilakukan langkah-langkah menurut prosedur ICSI. Teknik ini juga sudah diterapkan di RSAB Harapan Kita sejak 1996 dan telah berhasil melahirkan dua anak.
Seperti di negara lain, sejak 1992 Indonesia sudah melakukan simpan beku embrio. Perangsangan indung telur wanita pada prosedur bayi tabung memungkinkan terbentuknya banyak embrio. Tidak mungkin semua embrio ditransfer ke dalam rahim pada saat bersamaan. Embrio yang untuk sementara tidak digunakan dapat disimpan dengan cara kriopreservasi, yang selanjutnya disimpan dalam tabung berisi cairan nitrogen pada suhu 196oC di bawah nol derajat. Kapasitas tabung sekitar 100 embrio.
Simpan beku embrio ini menghemat biaya karena pasangan tidak perlu lagi mengulang proses pengerjaan dari awal lagi bila embrio berikutnya perlu ditanamkan kembali. Tidak seperti di Barat, embrio ataupun sperma yang tersimpan beku di Indonesia hanya diperuntukkan bagi pasutri yang bersangkutan.
Salah satu contoh keberhasilan teknik penyimpanan embrio bisa ditemukan di Belgia. Baru-baru ini lahir seorang bayi laki-laki sehat hasil penanaman embrio yang sudah dibekukan selama 7,5 tahun dari pasangan lain (anonim). Bayi yang dibantu kelahirannya oleh dr. Michael Vermesh ini beratnya 4 kg. Daya tahan embrio yang dibekukan bisa puluhan tahun dan tetap bisa menjadi bayi sehat. 
Teknologi reproduksi in vitro ternyata sangat membantu pasangan yang mengalami gangguan reproduksi. Mengupayakan pasutri agar bisa mempunyai anak sungguh merupakan perbuatan mulia dan membahagiakan, sekalipun pembuahannya dilakukan di laboratorium. Seperti halnya Louise Brown, mungkin banyak anak yang dilahirkan melalui teknik ini ikut bersyukur bahwa kedua orang tuanya mengikuti program itu.

Bayi tabung menurut konsep islam

Proses pembuahan dengan metode bayi tabung antara sel sperma suami dengan sel telur isteri, sesungguhnya merupakan upaya medis untuk memungkinkan sampainya sel sperma suami ke sel telur isteri. Sel sperma tersebut kemudian akan membuahi sel telur bukan pada tempatnya yang alami. Sel telur yang telah dibuahi ini kemudian diletakkan pada rahim isteri dengan suatu cara tertentu sehingga kehamilan akan terjadi secara alamiah di dalamnya.
Pada dasarnya pembuahan yang alami terjadi dalam rahim melalui cara yang alami pula (hubungan seksual), sesuai dengan fitrah yang telah ditetapkan Allah untuk manusia. Akan tetapi pembuahan alami ini terkadang sulit terwujud, misalnya karena rusaknya atau tertutupnya saluran indung telur (tuba Fallopii) yang membawa sel telur ke rahim, serta tidak dapat diatasi dengan cara membukanya atau mengobati­nya. Atau karena sel sperma suami lemah atau tidak mampu menjangkau rahim isteri untuk bertemu dengan sel telur, serta tidak dapat diatasi dengan cara memperkuat sel sperma tersebut, atau mengupayakan sampainya sel sperma ke rahim isteri agar bertemu dengan sel telur di sana. Semua ini akan meniadakan kelahiran dan menghambat suami isteri untuk berbanyak anak. Padahal Islam telah menganjurkan dan mendo­rong hal tersebut dan kaum muslimin pun telah disunnahkan melakukannya.
Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan suatu upaya medis agar pembuahan –antara sel sperma suami dengan sel telur isteri– dapat terjadi di luar tempatnya yang alami. Setelah sel sperma suami dapat sampai dan membuahi sel telur isteri dalam suatu wadah yang mempunyai kondisi mirip dengan kondisi alami rahim, maka sel telur yang telah terbuahi itu lalu diletakkan pada tempatnya yang alami, yakni rahim isteri. Dengan demikian kehamilan alami diharapkan dapat terjadi dan selanjutnya akan dapat dilahirkan bayi secara normal.
Proses seperti ini merupakan upaya medis untuk mengata­si kesulitan yang ada, dan hukumnya boleh (ja’iz) menurut syara’. Sebab upaya tersebut adalah upaya untuk mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam, yaitu kelahiran dan berba­nyak anak, yang merupakan salah satu tujuan dasar dari suatu pernikahan.

Diriwayatkan dari Anas RA bahwa Nabi SAW telah bersabda :

“Menikahlah kalian dengan perempuan yang penyayang dan subur (peranak), sebab sesungguhnya aku akan berbangga di hadapan para nabi dengan banyaknya jumlah kalian pada Hari Kiamat nanti.” (HR. Ahmad)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA bahwa Rasulullah saw telah bersabda :

 “Menikahlah kalian dengan wanita-wanita yang subur (peranak) karena sesungguhnya aku akan membanggakan (banyaknya) kalian pada Hari Kiamat nanti.”(HR. Ahmad)
      
Dengan demikian jika upaya pengobatan untuk mengusaha­kan pembuahan dan kelahiran alami telah dilakukan dan ter­nyata tidak berhasil, maka dimungkinkan untuk mengusahakan terjadinya pembuahan di luar tenpatnya yang alami. Kemudian sel telur yang telah terbuahi oleh sel sperma suami dikem­balikan ke tempatnya yang alami di dalam rahim isteri agar terjadi kehamilan alami. Proses ini dibolehkan oleh Islam, sebab berobat hukumnya sunnah (mandub) dan di samping itu proses tersebut akan dapat mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam, yaitu terjadinya kelahiran dan berbanyak anak.
Pada dasarnya, upaya untuk mengusahakan terjadinya pembuahan yang tidak alami tersebut hendaknya tidak ditem­puh, kecuali setelah tidak mungkin lagi mengusahakan terja­dinya pembuahan alami dalam rahim isteri, antara sel sperma suami dengan sel telur isterinya.
Dalam proses pembuahan buatan dalam cawan untuk mengha­silkan kelahiran tersebut, disyaratkan sel sperma harus milik suami dan sel telur harus milik isteri. Dan sel telur isteri yang telah terbuahi oleh sel sperma suami dalam cawan, harus diletakkan pada rahim isteri.
Hukumnya haram bila sel telur isteri yang telah ter­buahi diletakkan dalam rahim perempuan lain yang bukan isteri, atau apa yang disebut sebagai “ibu pengganti” (surrogate mother). Begitu  pula haram hukumnya bila proses dalam pembuahan buatan tersebut terjadi antara sel sperma suami dengan sel telur bukan isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam rahim isteri. Demi­kian pula haram hukumnya bila proses pembuahan tersebut terjadi antara sel sperma bukan suami dengan sel telur isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam rahim isteri.
Ketiga bentuk proses di atas tidak dibenarkan oleh hukum Islam, sebab akan menimbulkan pencampuradukan dan penghilangan nasab, yang telah diharamkan oleh ajaran Islam.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ketika turun ayat li’an :

“Siapa saja perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apa pun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di hadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian (pada Hari Kiamat nanti).” (HR. Ad Darimi)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :

“Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.” (HR. Ibnu Majah)

Ketiga bentuk proses di atas mirip dengan kehamilan dan kelahiran melalui perzinaan, hanya saja di dalam prosesnya tidak terjadi penetrasi penis ke dalam vagina. Oleh karena itu laki-laki dan perempuan yang menjalani proses tersebut tidak dijatuhi sanksi bagi pezina (hadduz zina), akan tetapi dijatuhi sanksi berupa ta’zir*, yang besarnya diserahkan kepada kebijaksaan hakim (qadli)
Sedangkan oleh Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi (1993), mengatakan :
”Kalau Islam telah melindungi keturunan, yaitu dengan mengharamkan zina dan pengangkatan anak, sehingga dengan demikian situasi keluarga selalu bersih dari anasir-anasir asing, maka untuk itu Islam juga mengharamkan apa yang disebut pencangkoan sperma (bayi tabung), apabila ternyata pencangkoan itu bukan sperma suami. Bahkan situasi demikian, seperti kata Syekh Syaltut, suatu perbuatan zina dalam satu waktu, sebab intinya adalah satu dan hasilnya satu juga, yaitu meletakkan air laki-laki lain dengan suatu kesengajaan pada ladang yang tidak ada ikatan perkawinan secara syara' yang dilindungi hukum naluri dan syariat agama. Andaikata tidak ada pembatasan-pembatasan dalam masalah bentuk pelanggaran hukum, niscaya pencangkoan ini dapat dihukumi berzina yang oleh syariat Allah telah diberinya pembatasan; dan kitab-kitab agama akan menurunkan ayat tentang itu.
Apabila pencangkokan yang dilakukan itu bukan air suami, maka tidak diragukan lagi adalah suatu kejahatan yang sangat buruk sekali, dan suatu perbuatan mungkar yang lebih hebat daripada pengangkatan anak. Sebab anak cangkokan dapat menghimpun antara pengangkatan anak, yaitu memasukkan unsur asing ke dalam nasab, dan antara perbuatan jahat yang lain berupa perbuatan zina dalam satu waktu yang justru ditentang oleh syara' dan undang-undang, dan ditentang pula oleh kemanusiaan yang tinggi, dan akan meluncur ke derajat binatang yang tidak berperikemanusiaan dengan adanya ikatan kemasyarakatan yang mulia”


 Secara umum beberapa perkara yang sangat perlu diperhatikan dalam masalah ini adalah aurat vital si wanita harus tetap terjaga (tertutup) demikian juga kemungkinan kegagalan proses operasi persemaian sperma dan indung telur itu sangat perlu diperhitungkan. Demikian pula perlu diantisipasi kemungkinan terjadinya pelanggaran amanah serta hukum-hukum yang mengaturnya dari orang-orang yang lemah iman di rumah-rumah sakit yang dengan sengaja mengganti sperma ataupun indung telur supaya operasi tersebut berhasil demi mendapatkan materi dunia. Oleh sebab itu dalam melakukannya perlu kewaspadaan yang ekstra ketat.
  
Rujukan :
Ramli, M. 2006. Menganl Islam. Semarang : UNNES Press.

Qardhawi, M. Y. 1993. Halal dan Haram dalam Islam. Bangil : PT. Bina Ilmu.

No comments:

Post a Comment