Teori Kepribadian
Tinjauan
yang konprehensip tentang perkembangan teori kepribadian tentu saja harus mulai
dengan konsepsi-konsepsi tentang manusia. Menjawab pertanyaan-pertanyaan
tentang mengapa manusia berperilaku seperti yang mereka perlihatkan? Apakah
manusia bisa memilih kepribadian mereka? Apa yang menyebabkan adanya persamaan
dan perbedaan di antara manusia? Apa yang membuat perilaku manusai dapat
diprediksi? Kenapa perilaku manusia tidak dapat diprediksi? Ada hal apa yang tersembunyi
dibalik perilaku manusia? Apa penyebab gangguan mental dan
pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Hanya
ada sedikit kata yang begitu memikat khalayak ramai, yaitu seperti istilah
kepribadian. Meskipun kata tersebut dipakai dalam berbagai pengertian namun selama
ini tidak ada definisi subtansif tentang kepribadian yang dapat diberlakukan
secara umum. Para psikolog mempunyai arti pandangan yang berbeda di antara
mereka sendiri ketika mengartikan kepribadian. Sebagian besar dari mereka
menyetujui bahwa kata “kepribadian” (personality)
berasa dari bahasa latin persona, mengacu pada topeng yang dipakai oleh aktor
Romawi dalam pertunjukan atau pergelaran. Tentunya definisi ini tidak
sepenuhnya diterima oleh semua psikolog. Hal ini karena para psikolog menggunakan
kata kepribadaian (personality) dalam
menggambarkan diri individu lebih dari sekedar peran yang dimainkan oleh
individu.
Hal
yang sama juga terjadi pada para teorikus kepribadian yang tidak setuju dengan
adanya definisi atau arti tunggal dari kepribadian. Hal ini karena mereka
selalu memandang kepribadian dari sudut padang mereka masing-masing. Layaknya sebuah teori ilmiah, teori
kepribadaian disusun atau muncul dengan adanya beberapa konsep seperti yang
dijelaskan dalam Fiest &Fiest (2010:5) bahwa teori merupakan sekumpulan
asumsi yang berkaitan yang memungkinkan ilmuan menggunakan pemikiran logika
dekduktif untuk merumuskan hipotesis yang bisa diuji.
Berdasarkan
definisi tersebut dapat kita pahami yaitu pertama,
teori kepribadian bukanlah merupakan asumsi tunggal semata melainkan integrasi
dari berbagai asumsi-asumsi yang ada yang menjadi dasar dalam perumusannya. Kedua, banyakknya asumsi-asumsi tersebut
tidaklah terpisah melaikan memiliki kaitan dan hubungan yang erat yang memenuhi
kriteria yang ada sehingga mampu menjadi sebuah rumusan hipotesis. Ketiga, sifat teori yan merupakan
rangkaian atau paduan dari asumsi-asumsi yang berkaitan artinya teori bukanlah
sesuatu yang sudah dibuktikan atau terbukti kebenaranya. Keempat, sebuah teori disusun berdasarkan logika dekduktif yang
artinya dinyatakan dengan tepat dan konsisten secara logis untuk memudahkan
para ilmuan dalam menarik kesimpulan dari hipotesis yang telah dirumuskan
sebelumnya.
Teori kepribadian sebagai
bagian dari teori ilmiah
Hal
lain yang perlu dikaji dan dijadikan sebuah acuan adalah bagaimana sebuah teori
ilmiah makan teori kepribadaian juga memiliki beberapa manfaat seperti halnya
teori ilmiah lain yaitu mampu untuk (1) mengembangkan penelitian, (2) dapat
dikaji ulang, (3) mengorganisasikan pengetahuan, (4) penduan pemecahan masalah,
(5) konsistensi internal, (5) sederhana (Fiest & Fiest, 2010:9).
Teori
yang bermanfaat akan menstimulus dua jenis penelitian: penelitian diskriptif dan pengujian hipotesis. Tanpa adanya teori
yang memadai untuk menunjukkan arah penelitian, banyak hasil penelitian yang
secara empiris tidak diketahui penyebabnya. Disatu sisi sebuah teori
menyediakan bahan-bahan yang diperlukan dalam membangun teori yang lain disisi
lain penelitian berkembang dari teori yang dinamis dan luas. Artinya semakin
baik dan bermanfaat sebuah teori maka semakin jumlah penelitian dan semakin
banyak dan lengkap pula teorinya.
Sebuah
teori hendaknya harus bisa dinilai dari kemampuannya untuk dikonfirmasi atau
disangkal, oleh karena itu teori harus bisa dikaji ulang. Sebuah teori harus
cukup jelas untuk mengarahkan penelitian yang hasilnya bisa mendukung atau
tidak mendukung penelitian. Dengan kata lain jikapun teori itu samar maka dapat
hasil penelitian baik itu positif maupun negatif bisa diinterpretasikan sebagai
hal yang mendukung teori.
Teori
yang bermanfaat seharusnya juga mampu mengorganisasikan pengetahuan yang saling
bertentangan. Teori kepribadian yang bermanfaat harus mampu menyatukan dari apa
yang sudah diketahui tentang perilaku manusia dengan perkembangan kepribadian
(Fiest & Fiest, 2010:11). Teori ini harus mampu mengubah sebanyak mungkin
informasi menjadi kerangka pikir yang lebih bermakan. Jika teori kepribadian
tidak memberikan penjelasan yan masuk akal tentang perilaku tertentu, maka
teori tersebut menjadi tidak bermanfaat. Kriteria keempat untuk teori yang
bermanfaat adalah kemampuan untuk memandu praktisi menghadapi permasalahan
sehari-hari yang sulit. Teori yang bermanfaat memberikan petunjuk untuk
menemukan jawaban –jawaban akan teori tersebut. Dan tanpa teori yang bermanfaat
akan menjebak praktisi dalam teknik dan praktik yang salah.
Konsistensi
internal, sebuah teori yang bermanfaat tidak harus konsisten dengan teori yang
lain akan tetapi harus konsisten dengan dirinya sendiri. Teori yang konsisten
secra internal adalah teori yang komponen-komponen memiliki kemiripan secara
logis. Batasan terhadap ruang lingkupnya ditentukan dengan hati-hati dan karena
itu tidak memberikan penjelasan diluar ruang lingkupnnya. Hal terakhir adalah
sederhana, ketika dua teori mempunyai kesamaan dalam hal kemampuanny untuk
menghasilkan penelitian dapat disangkal, membarikan makna pada data, memandu
praktisi dan mempunyai konsistensi internal dan ternyata teori yang sederhana
lebih disukai, dan ini adalah hukum parsimony.
Kembali
pada hakikat teori kepribadian. Seperti yang telah kita pahami bahwa sebenarnya
teori kepribdaian bukanlah hal atau barang baru. Cabang ilmu pengetahuan yang
disebut dengan psikologi kepribadian telah lama diusahakan oleh para ahli, hanya
saja seringkali diberi nama lain ada yang memberinya nama characterologie, the science of character, typologie atau bahkan the
psychology of personality (Suryabrata, 1983:1) kendatipun sudah jelas,
bahwa kepribadian itu mempunya arti deskripsi yang tentun saja dimungkinkan
adanya berbagai subtansi dan sudut pandang yang berbeda dalam melakukan atau
mendeskripsipsikan. Oleh karena teori kepribadian berkembang dari kepribadian
para pembuat teori (teoritikus) maka studi kepribadian mereka dianggap tepat,
yang dalam perkembangan selanjutnya cabang
psychology science telah
mempelajari perilaku dan menemukan perbedaan kepribadian mempengaruhi orientasi
teoritis seseorang dan kecendurungan seoseorang untuk mengarahkan pada sisi
“keras” dan “lunak” dari suatu disiplin ilmu.
Jika
kita melihat seperti yang telah dijelaskan dalam (Pervin, 2005) Sebuah teori kepribadian
diharapkan mampu memberikan jawab atas pertanyaan-pertanyaan sekitar “apa”,
“bagaimana”. Dan “mengapa” tentang tingkahlaku manusia. Dengan kata lain
kepribadian dalam arti psikologi merupakan sebuah kajian yang sangat luas
tentang sifat dan perilaku manusia tentang eksistensi dirinya dalam
kehidupannya. Secara tidak langsung atau pendapat tersebut mempemperkuat asumsi
dari teori kepribadian yang percaya bahwa tidak ada tingkahlaku yang terjadi
begitu saja tanpa alasan, pasti ada faktor-faktor anteseden, sebab-sebab
musabab, pendorong, motivator, tujuan dan latar belakang atau alasannya.
Alwisol
(2005:2) menjelaskan bahwa kepribadian adalah ranah kajian psikologi; pemahaman
tingkahlaku – fikiran – perasaan – kegiatan manusia, memakai sistematik,
metoda, dan rasional psikologik. Secara spesifik teori kepribadian mempelajari
siapa dia, apa yang dimilikinya, dan apa yang dikerjakannya. Memahami
kepribadian artinya memahami manusia secara utuh tidak terpisah antara bagian
satu dengan yang lain menjadi kesatuan penuh yang disebut dengan self. Hal tersebut juga di perkuat dengan apa yang
disampaikan Menurut Hall dan Lindzey (Koeswara, 2001 : 5), bahwa teori kepriadian adalah sekumpulan anggapan
atau konsep-konsep yang satu sama lain berkaitan mengenai tingkah laku manusia.
Seperti
yang diulas sebelumnya saat berbicara tentang sebuah teori kepribadaian maka
akan menyangkut asumsi-asumsi atau dimensi konsep-konsep yang menyangkut sifat
dasar manusia. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan Fiest & Fiest
(2010:13) dimana meliputi determinism versus free choice, pessimism
versus optimism, causality versus teleology, concious versus unconcious
determinant of behavior, biological versus social influences on personality dan
uniqueness versus similarity)
Untuk
itu, sebuah teori kepribadian yang lengkap biasanya memiliki dimensi-dimensi
sebagai berikut (Pervin, 2005):
1.
Pembahasan tentang struktur, yaitu
aspek-aspek kepribadian yang bersifat relatif stabil dan menetap, serta yang
merupakan unsur-unsur pembentuk sosok kepribadian.
2.
Pembahasan tentang proses, yaitu
konsep-konsep tentang motivasi untuk menjelaskan dinamika tingkahlaku atau
kepribadian.
3.
Pembahasan tentang pertumbuhan dan
perkembangan, yaitu aneka perubahan pada struktur sejak masa bayi sampai
mencapai kemasakan, perubahan-perubahan pada proses yang menyertainya, serta
berbagai faktor yang menentukannya.
4.
Pembahasan tentang psikopatologi,
yaitu hakekat ganguan kepribadian atau tingkahlaku beserta asal-usul atau
proses berkembangnya.
5.
Pembahasan tentang perubahan
tingkahlaku, yaitu konsepsi tentang bagaimana tingkahlaku bisa dimodifikasi
atau diubah.
Berdasarkan
konsepsi ini sebuah teori kepribadian selanjutnya mengemukakan suatu model psikoterapi
atau cara-cara membantu seorang pribadi mengubah bentuk-bentuk tingkahlakunya
yang mengganggu atau menyimpang.
Lebih
jauh terdapat dua orientasi utama dalam teori kepribadian. Yang pertama, teori
yang berorientasi klinis dimana teori ini mengacu pada psikoanalisis klasik
Freud sampai dengan Psikologi Timur. Artinya, teori atau kelompok teori yang
mengutamakan studi tentang individu dengan segala kekhasannya dan berusaha
memahami atau menjelaskan individu secara menyeluruh lewat penyelidikan klinis.
Yang kedua, teori-teori yang lebih bersifat eksperimental dan kuantitatif mencakup
teori Medan Lewin sampai dengan teori Perkuatan Operan Skinner. Artinya,
teori-teori yang mengutamakan usaha memperoleh gambaran umum tentang
kepribadian atau tingkahlaku manusia lewat penyelidikan eksperimental dengan
mengandalkan metode-metode analisis kuantitatif.
Dari
apa yang kita bisa pahami terhadap berbagai opini tentang teori kepribadian
maka dapat kita katakan bahwa sebuah teori kepribadian menghasilkan atau melahirkan
konsep-konsep seperti dinamika pengaturan tingkahlaku, pola tingkah laku, model
tingkah laku, dan perkembangan repertoir tingkahlaku, dalam rangka mengurangi
kompleksitas tingkahlaku manusia.
Konsep yang berkaitan
dan Batasan
Beberapa
konsep pengkajian manusia terkadang mencampuradukkan pengertian dan pengakajian
kepribdaian seperti dalam filsafat, hipotesis, atau taksonomi. Walaupun teori
berkaitan dnegan masing-masing konsep, teori tidak bisa disamakan dengan satu
pun dari konsep tersebut
Ada
beberapa kata atau istilah yang oleh masyarakat diperlakukan sebagai sinonim
kata personality, namun ketika istilah-istilah itu dipakai dalam teori
psikologi kepribadian diberi makna yang berbeda-beda. Istilah yang berdekatan
maknanya itu antara lain. Personality, Character,
Disposition, Temperamen, Traits, Type-attribute, Habit (Alwisol, 2005:9)
1.
Personality (kepribadian): penggambaran tingkah laku secara deskriptif tanpa
memberi nilai (devaluative).
2.
Character (karakter): penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai
(benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun implisit.
3.
Disposition (watak): karakter yang telah lama dimiliki dan sampai sekarang belum
berubah.
4.
Temperamen (temperamen): kepribadian yang berkaitan erat dengan determinan
biologik atau fisiologik, disposisi hereditas.
5.
Traits (sifat): respon yang senada (sama) terhadap sekelompok stimuli yang
mirip, berlangsung dalam kurun waktu yang (relatif) lama.
6.
Type-attribute (ciri): mirip dengan sifat, namun dalam kelompok stimuli yang lebih terbatas.
7.
Habit (kebiasaan): respon yang sama
cenderung berulang untuk stimuli yang sama pula.
Implikasi dalam
Bimbingan dan Konseling
Seperti
yang telah dijelaskan diatas bahwa teori kepribadian menghasilkan atau
melahirkan konsep-konsep seperti dinamika pengaturan tingkahlaku, pola tingkah
laku, model tingkah laku, dan perkembangan repertoir tingkahlaku, dalam rangka
mengurangi kompleksitas tingkahlaku manusia. bimbingan dan konseling yang
merupakan sebuah profesi yang wilayah kerjanya adalah individu yang bermaslah
tentunya selalu berhadapan dengan berbagai macam atau bentuk karakteristik
kepribadian yang unik. Dengan berpegang dengan konsep dari teori kepribadian
seorang konselor diharapkan mampu untuk mengidentifikasi setiap kepribadian
tersebut sesuai dengan pendekatan yang ada dalam teori kepribadian. Dengan
demikian diasumsikan seorang konselor mampu memahami pribadi konseli atau klien
yang unik berbeda satu dengan yang lain.
Selain
dapat membantu konselor dalam memilah dan memahami setiap tipe kepribadian atau
perilaku yang muncul pada diri konseli atau klien dengan pemahaman akan teori
kepribadian maka, tentunya diharapkan bagi para konselor dilapangan dan
mengamalkan ilmu konseling yang dimiliki dengan lebih baik dan tepat sasaran.
Konselor dapat lebih mampu membantu konseli dalam menangani atau mengentaskan
permaslahan yang dihadapi sesuai dengan unsur kepribadian yang dimiliknya.
Menentukan pilihan dan solusi yang tepat serta menyadarkan baik bagi konselor
maupun konseli tentang hakikat bahwa setiap manusia atau individu sangatlah
unik dengan karakteristiknya masing-masing sehingga diperlukan perhatian yang
lebih dan khusus dalam menghadapi setiap permasalahan atau problem yang
dihadapi, baik dari segi kepribadian, cakarakter, watak, tempramen, sifat,
ciri, dan kebiasaan sesuai dengan pembatasan yang ada.
No comments:
Post a Comment